AYOBANDUNG.ID -- Kopi asal Jawa Barat selalu mencuri perhatian dunia internasional. Salah satunya adalah Kopi Gunung Puntang yang pernah sukses meraih skor tinggi dalam ajang bergengsi Speciality Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat pada 2017.
Di balik keberhasilan tersebut, ada sosok Ayi Sutedja, penggiat kopi yang berhasil mengangkat kualitas kopi Arabika dari lereng Gunung Puntang. Hasil cupping score menunjukkan angka 86,25 poin, menempatkan kopi ini sebagai salah satu terbaik dunia.
Menurut Ayi, keistimewaan kopi Puntang terletak pada aromanya yang khas. Kopi ini memiliki aroma blueberry, floral, jasmine, vanilla, hingga lychee.
"Keharuman jasmine sangat jarang ditemui. Selain itu, ada sensasi sweet after taste yang menjadi ciri kopi organik,” ujarnya dilansir dari Ayobandung.com pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Tak hanya rasa, proses pengolahan pascapanen juga menjadi faktor penting kelezatan kopi ini. Sekitar 80 persen kualitas kopi ditentukan dari pengolahan setelah panen.
"Dari buah harus dikelola dengan benar hingga menjadi green bean,” jelas Ayi.
Kopi Puntang berasal dari varietas Sunda Typica. Bibit Typica sendiri merupakan keturunan kopi dari Ethiopia yang menyebar ke Yaman, lalu masuk ke Indonesia.
Menurut Ayi, kopi termasuk tanaman adaptif yang mampu menyesuaikan dengan karakter tanah di tiap daerah.
“Typica yang tumbuh di Jawa Barat tentu berbeda cita rasanya dengan yang ditanam di negara lain,” tambahnya.
Selain Puntang, lima kopi lain dari Jawa Barat juga memperoleh skor tinggi di ajang internasional tersebut. Yakni Kopi Mekarwangi, Malabar Honey, Andungsari, Java Cibeber, serta
Hal ini menjadi bukti bahwa kualitas kopi Jawa Barat terus mengalami peningkatan.
Tantangan bagi Pembudidaya Kopi
Meski begitu, Ayi menilai masih ada pekerjaan rumah untuk memperkuat daya saing kopi lokal. Salah satunya adalah peningkatan pengelolaan pascapanen serta edukasi bagi petani.
“Pembibitan sudah bagus, kini tinggal pengelolaan setelah panen yang harus lebih serius,” katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya kelembagaan. Edukasi melalui kurikulum pembudidayaan kopi dinilai mampu meningkatkan kapasitas SDM petani. Pemerintah daerah bahkan tengah menyiapkan peraturan gubernur untuk mendukung langkah tersebut.
Namun, di balik pamornya, nasib petani Kopi Puntang masih kurang baik. Satu pohon kopi hanya menghasilkan 2 kilogram buah dengan harga jual Rp10.000–Rp12.000 per kilogram.
“Biaya produksi mencapai Rp15.000 per pohon,” ungkap Ayi.
Dengan lahan rata-rata setengah hektare, petani hanya mengantongi penghasilan kotor sekitar Rp12 juta per tahun. Meski pemerintah mulai menyalurkan bantuan, Ayi menilai sebagian besar justru menyasar pengolah, bukan petani.
“Harus dibedakan mana petani, pengolah, dan pabrik. Petani itu butuhnya pupuk, saluran air, dan jalan bagus, bukan mesin roasting atau pelatihan barista,” tegasnya.
Untuk bertahan, sebagian petani kini mencoba menjual kopi dalam bentuk green bean agar pendapatan meningkat hingga dua kali lipat. Namun, Ayi mengingatkan kualitas kopi Puntang tetap sangat bergantung pada proses pengolahan yang tepat.
“Kalau pengolahannya salah, nama besar kopi Puntang bisa turun,” ujarnya.
Link Pembelian Produk Serupa