AYOBANDUNG.ID -- Berbicara tentang Kota Bandung, satu nama yang tak pernah luput dari ingatan wisatawan adalah Braga. Kawasan legendaris ini bukan sekadar jalan, melainkan lembaran sejarah yang hidup, menyatu dengan denyut nadi modernitas kota. Sejak masa kolonial Belanda, Braga telah menjadi ikon yang membentuk identitas Bandung sebagai Paris van Java.
Dahulu, Braga hanyalah jalan sempit yang sunyi dan dikenal sebagai tempat rawan kejahatan. Masyarakat menyebutnya sebagai "jalan culik" atau "jalan pedati" karena reputasinya yang menyeramkan. Namun, transformasi besar terjadi saat para pengusaha Belanda mulai membangun toko, bar, dan tempat hiburan malam di sepanjang jalan ini.
Tahun 1920-an menjadi titik balik Braga. Kehadiran butik-butik bergaya Paris menjadikan kawasan ini pusat mode dan gaya hidup elite. Bandung pun mendapat julukan Paris van Java, mencerminkan kemewahan dan keanggunan yang terpancar dari Braga.
Gedung Societeit Concordia yang kini Gedung Merdeka, menjadi simbol kemegahan masa lalu. Tempat ini dahulu menjadi ruang berkumpul para bangsawan dan tokoh penting. Hotel Savoy Homann dan deretan gedung perkantoran lainnya turut memperkuat citra Braga sebagai pusat bisnis dan sosial elite.
Hingga kini, tata letak pertokoan dan arsitektur kolonial di Braga masih dipertahankan. Banyak bangunan tua yang dialihfungsikan menjadi kafe, galeri seni, dan toko cenderamata, namun tetap menjaga estetika heritage-nya. Hal ini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin merasakan atmosfer masa lampau.
Berjalan kaki menyusuri Braga adalah cara terbaik menikmati pesonanya. Lampu-lampu jalan yang hangat, fasad bangunan bergaya art deco, dan deretan kafe yang menyuguhkan kopi lokal menciptakan suasana yang eksotis dan romantis.

Braga juga tetap menjadi pusat mode dan belanja. Kehadiran Braga City Walk dan kedekatannya dengan kawasan Asia-Afrika menjadikannya destinasi yang strategis. Wisatawan bisa menikmati belanja, kuliner, hingga pertunjukan seni dalam satu kawasan yang terintegrasi.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Bandung, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bandung mencapai 6,5 juta orang pada semester III tahun 2025. Kawasan Braga menjadi salah satu magnet utama, terutama dalam sektor kuliner dan fotografi.
Ratri, wisatawan asal Yogyakarta, mengaku terkesan dengan suasana Braga. "Braga terkenal banget sebagai pusat dan tempat wisata faovorit di Bandung. Ibaratnya udah kayak Malioboro-nya Bandung," tutur Ratri kepada Ayobandung.
Ratri mengaku tertarik berkunjung ke Braga karena penasaran dengan cerita masa lampau yang dibalut dalam suasana modern. Setelah berkunjung secara langsung, dia mengakui kesan heritage yang eksotis dari Braga memang menjadi daya tarik utama.
"Heritagenya kerasa banget kalau kawasan Braga. Kayak banyak kafe-kafe, jalanannya juga bagus, ramai banyak lampu-lampu jadi ada suasana khasnya gitu," tambah Ratri.
Pengalaman visual dan atmosfer yang kuat membuat Braga tak terlupakan. Hal ini diakui Putri, wisatawan asal Jakarta, yang juga menyampaikan kekagumannya.
"Sekarang bagus aja Bandung udah tertib, udah rapi. Karena ya mungkin kemajuan dari kota Bandung juga. Jadinya daya tarik ke kita itu jadi 'emang gak pernah salah kalau liburan ke Bandung'," ujarnya.
Putri juga menambahkan bahwa suasana lampau yang kuat di Braga menjadi daya tarik unik bagi pemburu fotografi. "Daya tarik dan kesan lampaunya itu kuat banget. Jadi gak aneh kalau Braga banyak dijadikan spot foto sama banyak orang," kata Putri.

Di balik pesona sejarahnya, Braga juga menyimpan potensi ekonomi yang terus berkembang. Dengan arus wisatawan yang stabil dan meningkat setiap tahunnya, kawasan ini menjadi ladang subur bagi pelaku usaha lokal, khususnya di sektor kuliner, retail kreatif, dan jasa pariwisata.
Keunikan arsitektur kolonial dan atmosfer heritage menjadi nilai jual yang tak dimiliki kawasan lain, menjadikan Braga sebagai ruang bisnis yang berbasis pengalaman. Kehadiran Braga City Walk sebagai pusat belanja modern yang tetap mengusung nuansa klasik menjadi contoh bagaimana bisnis dan sejarah bisa bersinergi. Di dalamnya, pelaku UMKM dan brand lokal memanfaatkan narasi sejarah Braga sebagai bagian dari strategi branding mereka.
Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, sektor kuliner dan fotografi di kawasan Braga menyumbang lebih dari 30% aktivitas ekonomi wisata Bandung pada semester III tahun 2025. Data ini menunjukkan bahwa bisnis di Braga tak hanya bertahan, tapi juga berkembang seiring meningkatnya minat wisata tematik.
Pemerintah Kota Bandung pun mendorong pelaku usaha untuk menjaga nilai heritage dalam operasional bisnis mereka. Insentif diberikan bagi usaha yang mempertahankan fasad bangunan lama, serta bagi program-program kreatif yang mengangkat sejarah lokal sebagai daya tarik utama.
Namun, eksistensi Braga sebagai kawasan heritage tak lepas dari tantangan. Modernisasi dan tekanan komersial kerap mengancam keaslian bangunan tua. Beberapa gedung mengalami renovasi yang mengaburkan nilai sejarahnya, dan gentrifikasi mulai merambah kawasan ini.
Pemerintah Kota Bandung telah melakukan berbagai upaya revitalisasi, termasuk penataan pedestrian, pelestarian fasad bangunan, dan pengaturan zonasi usaha. Namun, tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara pelestarian sejarah dan kebutuhan ekonomi masyarakat modern.
Braga bukan hanya milik masa lalu, tapi juga masa depan. Kawasan ini menjadi cermin bagaimana sejarah bisa hidup berdampingan dengan gaya hidup kekinian. Dengan dukungan masyarakat dan kebijakan yang tepat, Braga akan terus menjadi primadona wisata Bandung.
“Braga tuh ibaratnya bukan cuma soal bangunan tua, tapi soal suasana yang bikin kita betah. Rasanya kayak lagi di tempat yang punya cerita, tapi tetap hidup dan kekinian," ujar Putri.
Alternatif wisata kuliner Bandung atau produk UMKM serupa: