Keunikan Sunda: Agama Bisa Apa Saja, Pola Pikirnya Tetap Kirata Basa

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Selasa 19 Agu 2025, 11:03 WIB
Masyarakat Adat Kampung Cireundeu Kota Cimahi saat menggelar Tradisi Tutup Taun 1957 dan Ngemban Taun 1 Sura 1958, Sabtu 3 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Masyarakat Adat Kampung Cireundeu Kota Cimahi saat menggelar Tradisi Tutup Taun 1957 dan Ngemban Taun 1 Sura 1958, Sabtu 3 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Guru ngaji saya pernah bilang kalau Islam itu isya, subuh, lohor, asar, magrib. Huruf awal dari nama-nama salat wajib merangkai nama agama, menjadi sandi sederhana. Kata lohor sebagai istilah lokal Sunda buat zuhur, harusnya enggak dipakai.

Tapi sepertinya masyarakat Sunda ingin menunjukkan muatan lokal yang lebih kuat. Memang kelihatannya enggak konsisten, justru begitulah ingatan dijaga pakai bahasa yang akrab.

Begitupun teman saya yang Tionghoa pernah bercerita. Bahwa di antara komunitasnya di Bandung ada yang berkelakar bahwa Buddhayana itu berarti Buddha sadayana (Buddha semuanya).

Gurauan ini terasa pas, karena Buddhayana memang corak khas Indonesia yang mempertemukan berbagai tradisi Buddhisme. Nama yang terdengar ringan, lagi-lagi menjadi jembatan buat menjelaskan agama dengan cara yang mudah.

Saya juga teringat buku Sumber-sumber Zending tentang Sejarah Gereja di Jawa Barat 1858–1963 karya Th. van den End. Di sana diceritakan kalau pada masa lalu, penginjilan di Tanah Sunda dilakukan dengan menyebut Kristus sebagai Keris nu diutus (Keris yang diutus).

Istilah keris menunjukkan imajinasi lokal tentang pusaka keramat. Dengan begitu, konsep mesias dibumikan lewat simbol yang sudah hidup dan dihormati di tengah masyarakat.

Serba-Serbi Main Kata

Pentas kesenian Bangreng di Sumedang. (Sumber: YouTube JagabudayaJabar)
Pentas kesenian Bangreng di Sumedang. (Sumber: YouTube JagabudayaJabar)

Semua ini seperti main kata saja, cocokologi yang bisa bikin orang merasa geli. Tapi lama-lama saya melihat ada pola yang menarik. Tentang cara orang Sunda memahami realitas dengan mengurai nama dari realitas itu sendiri. Makna dari suatu hal enggak jauh dari namanya.

Saya jadi teringat obrolan dengan adik nenek saya yang bilang pisang itu tangkalna berlapis, buahna nyangsang (pohonnya berlapis, buahnya menyangkut).

Begitu juga waktu menghadiri pernikahan saudara di kampung, ajengan setempat bilang minantu itu artinya mimiti nanggung tugas (awal mengemban tugas), sedangkan mitoha berarti mimiti tugas akhir (awal tugas berakhir).

Di situ saya paham soal adanya pola yang jadi alasan lahirnya pandangan bahwa agama itu kepanjangan dari aturan gawé manusa; aturan yang dibuat untuk menata pekerjaan manusia. Pandangan ini berasal dari komunitas agama leluhur yang dihidupkan kembali oleh Pangeran Madrais di Cigugur, Kuningan.

Dalam tradisi Sunda cara bermain dengan bahasa seperti ini dikenal sebagai kirata basa, yakni menafsir makna dari bunyi atau susunan kata yang seakan-akan itu memang artinya. Dari istilahnya saja kirata, dikira-kira sugan nyata (dikira-kira mungkin nyata).

Kadang hasilnya lucu sekaligus cerdik, tapi di baliknya ada ketajaman cara berpikir. Nama makanan pun sering terbentuk dari cara ini, misalnya cilung (aci digulung), buras (bubur heuras), atau comro (oncom di jero).

Begitu mendalamnya pola pikir ini di tengah masyarakat Sunda. Namun ia tidak selalu netral atau bagus. Teman saya pernah menceritakan bahwa di daerahnya, komunitas muslim Ahmadiyah sering dijuluki kodkék dari Qodiyan kacekék maksudnya kelompok Qadiyani yang tercekik.

Istilah yang memelesetkan nama dan sekaligus merendahkan martabat manusia, sekaligus menggambarkan situasi terpinggirkannya penganut kelompok keagamaan yang rentan. Di sini permainan bahasa berubah menjadi alat kekerasan simbolik, juga ikut mendokumentasikan diskriminasi yang mereka alami.

Dari komunitas penghayat, saya mendapat banyak contoh yang lebih dalam. Misalnya ajaran Bapak Mei Kartawinata tentang Subang yang dimaknai su itu hadé (baik) dan bang itu bangsa. Hal ini merujuk pada tempat asal wangsit diterima.

Tampak sederhana, tapi menyimpan gagasan besar tentang awal perjalanan religiusitas dan nasionalisme yang diperjuangkannya.

Lebih luas lagi, kita akan mendengar tuturan bahwa sesajén bukan sekadar persembahan tetapi bermakna Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu yakni sebuah bacaan yang memuat ajaran luhur untuk menyelamatkan manusia dan semesta.

Malah benda-benda tertentu seperti kujang pun dimaknai secara filosofis, misalnya sebagai kependekan dari kukuh kana janji, simbol keteguhan pada komitmen.

Epistemologi Lokal

Seni Sisingaan dari Subang. (Sumber: Wikimedia)
Seni Sisingaan dari Subang. (Sumber: Wikimedia)

Model pemahaman seperti ini sebetulnya bentuk epistemologi lokal, cara masyarakat Sunda memahami dan memaknai dunia. Tapi kita terlanjut dipaksa melulu bernalar secara logis rasional. Akibatnya kirata basa terbiasa direndahkan. Warisan intelektual leluhur justru diposisikan sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.

Komunitas kesundaan mengenalnya dengan sebutan panca curiga. Konsep ini menekankan bahwa setiap benda, peristiwa, atau gejala memiliki lapisan makna yang tersembunyi di balik tampak luarnya. Di sini simbolisme menjadi sangat penting, sebuah bentuk atau tanda tidak sekadar yang terlihat, melainkan memiliki pesan atau nilai yang harus dibaca dan dihayati.

Dari gurauan ringan sampai ke ejekan yang menyakitkan, dari ajaran luhur sampai permainan kata yang penuh makna, semua ini menunjukkan satu hal soal cara berpikir urang Sunda. Singkat-singkatan menempatkan bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi kunci untuk memahami, membentuk, bahkan jauh mengatur realitas.

Orang sunda bisa saja buddhis, penghayat, kristiani, atau muslim, tapi di sini kita belajar soal rasanya yang selalu sama. Mereka semua “menganut” kirata basa. Dalam keragaman agama ini, kirata basa menjadi benang penghubung yang mewariskan rasa humor, ketajaman sindiran, sekaligus kemampuan mengolah simbol yang melintasi batas identitas keagamaan. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Table Manner ala Orang Sunda

Ayo Netizen 29 Jul 2025, 15:23 WIB
Table Manner ala Orang Sunda

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)