Paska perayaan kemerdekaan dengan pesta pora Tabula Bale, berhasil menggoyang istana negara, pemerintahan kembali di goyang oleh rakyat hampir di setiap daerah, sebagai efek dari kekecewaan rakyat atas tidak adanya empati dari para wakil rakyat atas berbagai penderitaan yang begitu menghimpit rakyat.
Ketika kasus korupsi banyak beredar, rakyat diam, ketika banyak kegaduhan politik rakyat diam, tapi ketika perasaannya dirusak, maka rakyat mulai menunjukkan kekuatannya untuk melakukan pembelaan. Rakyat bertindak dan menunjukkan kepada jalan yang benar para wakil rakyat.
Beberapa aksi ini memberikan pelajaran kepada wakil rakyat yang tidak etika berbicara, dan tidak peka dalam menyikapi situasi dan kondisi. Rakyat kecewa karena para wakilnya merendah harkat dan martabat profesi sebagai wakil rakyat yang merendahkan rakyat, bahkan ada yang cenderung menghina rakyat. Rakyat kesal dengan kesombongan dan tidak menunjukkan orang terpelajarnya para wakil dan pejabat tinggi negara.
Selantang dan sekritis apapun suara politisi di DPR dan pejabat negara, tidak akan bisa melawan suara rakyat. Suara rakyat suara yang jujur tidak banyak manipulasi dan dramaturgi. Suara rakyat suara yang tidak banyak kepentingan pribadi atau golongan. Rakyat tidak mementingkan diri sendiri, tapi mengedepankan kebersamaan dan kemajuan semua kalangan tanpa terkecuali.
Ungkapan “Vox populi, vox Dei” menegaskan bahwa kekuasaan politik pada akhirnya bersumber dari rakyat. Bila rakyat bersatu dalam menuntut perubahan ke arah yang lebih baik, maka tidak ada kekuatan mana pun yang bisa mengalahkan rakyat, mau dari kekuatan militer, kekuatan regulasi.
Oleh karena itu, kalau ingin selamat dan sukses sebagai wakil rakyat, maka dengarkan dan salurkan dengan baik suara rakyat. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan, kalau tidak amanah terhadap suara Tuhan, maka tunggulah kehancurannya.
Sebagaimana yang terjadi sekarang di Nepal, sebagai bukti dari kekesalan rakyat akan kinerja pemerintah yang seringkali mengumbar gaya hidup mewah, sementara rakyat sengsara, walhasil rakyat marah dan rakyat pun menggulingkan para penguasanya tanpa ampun.
Hal yang sama juga pernah menimpa Indonesia pada tahun 1998 dengan adanya gerakan reformasi. Jutaan rakyat dari berbagai penjuru turun ke jalan menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto, yang sudah berkuasa di Indonesia sekitar 32 tahun. Tuntutan rakyat yang terus menerus membuat Presiden Soeharto pun menanggalkan jabatannya pada 21 Mei 1998.

Kekuatan suara rakyat juga terlihat di Amerika Serikat yang terjadi antara tahun 1950-1960. Pada waktu itu rakyat Amerika Serikat menuntut Hak Sipil atau diskriminasi rasial. Demo yang dipimpin Martin Luther King Jr. pun terjadi besar-besarkan. Sampai akhirnya pemerintah Amerika Serikat mengabulkan tuntutan rakyat dengan mengesahkan Civil Rights Act 1964.
Suara Tuhan juga digemakan di negara Timur Tengah, salah satunya yang terkenal dengan sebutan Revolusi Tunisia atau Arab Spring, antara tahun 2010 sampai 2011. Rakyat Tunisia melakukan aksi besar kepada para koruptor, pejabat yang bertindak tidak adil, represifnya rezim Zine El Abidine Ben Ali kepada rakyat. Walhasil, rezim Zine El Abidine Ben Ali pun tumbang, dan terjadilah perubahan konstalasi politik di wilayah Arab.
Di benua Afrika juga pernah terjadi kekuatan suara rakyat yang mampu mengalahkan penguasa. Tepatnya di Arfika Slatan yang dikenal dengan gerakan Anti-Apartheid. Perjuangan rakyat begitu lama, hampir 10 tahun menyuarakan perlawanan tentang rasial, akhirnya rakyat berhasil mengalahkan sistem apartheid 1990-an. Dalam sejarah, Nelson Mandela tercatat sebagai presiden pertama yang dipilih dalam pemilihan demokratis.
Para wakil rakyat dan pejabat negara, kalau tidak ingin bernasib sama, segeralah untuk menjadi pendengar suara rakyat. Bagaimana dalam bidang ilmu komunikasi, bahwa suksesnya kita berkomunikasi karena kita terampil mendengarkan, sehingga bisa mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk membuat program atau kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Marilah kita dengarkan baik-baik suara rakyat sebagai suara Tuhan, lalu wujudkan suara rakyat itu sebagai bentuk dari profesionalitas atas tugas dan tanggungjawab. Percayalah, rakyat tidak akan memberikan tugas-tugas yang diluar kemampuan kita. Kalau rakyat senang, apa pun yang diminta para wakil akan rakyat kabulkan. (*)