Meretas Makna 'Islam téh Sunda, Sunda téh Islam'

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Rabu 24 Sep 2025, 18:27 WIB
Masjid Raya Al Jabbar di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Masjid Raya Al Jabbar di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

“Islam téh Sunda, Sunda téh Islam”, ungkapan yang sangat terkenal. Membuat banyak orang menerimanya begitu saja, seakan-akan inheren secara asali. Padahal slogan ini lahir belakangan, diucapkan oleh Endang Saifuddin Anshari pada pemaparan makalah Riungan Masyarakat Sunda di Bandung pada 1967.

Menurut Chaider S. Bamualim dalam Negotiating Islamisation and Resistance: A Study of Religions, Politics and Social Change in West Java from the Early 20th Century to the Present (2015), sikap Anshari ini terbilang nyentrik dibandingkan corak organisasinya, Persatuan Islam (PERSIS). Jelas pandangan ini mencerminkan sintesis Sunda-Islam, berdiri di atas ikhtiar membangun jembatan kultural dan religius. Jargon ini juga berguna untuk mendukung agenda dakwah bagi kaum muslim tradisional maupun modern.

Jakob Sumardjo sebagaimana yang dikutip oleh Asep Salahudin dalam Sufisme Sunda (2017) memberi komentar yang menarik, “Benarkah Sunda identik dengan Islam dan Islam identik dengan Sunda? Jawabannya …., kita jangan terburu-buru mengambil kesimpulan seperti itu. Kecuali kalau kita selalu nyaman hidup dalam jargon.”

Dakwah yang Menguat

Dalam penutup bukunya Gebruiken en Godsdienst der Soendanezen (1935), Hidding mencatat bahwa meskipun Islam telah berabad-abad memengaruhi Sunda, cara hidup masyarakatnya masih menunjukkan corak keberagamaan yang “lama”. Artinya, tiga puluh dua tahun sebelum jargon itu muncul, religiusitas masyarakat Sunda belum banyak berubah. Baru setelah itu dakwah kian tumbuh dan menguat.

Perubahan ini tampak jelas dalam catatan Ajip Rosidi dari penelitian Proyek Sundanologi (1987–1989). Ia menunjukkan bahwa masyarakat Sunda modern semakin menekankan tauhid, menempatkan pendidikan agama sebagai hal penting, sementara praktik menyajikan sasajén dan kepercayaan pada uga makin berkurang.

Fenomena islamisasi ini juga dibahas Rifki Rosyad dalam A Quest for True Islam: A Study of the Islamic Resurgence Movement among the Youth in Bandung (2006). Dalam konteks kontemporer, gerakan pemurnian Islam bahkan meluas hingga menyentuh ranah ekonomi, sosial, dan budaya.

Rangkaian proses islamisasi itu bukan hanya memengaruhi praktik keagamaan sehari-hari, tetapi juga merembes ke ranah politik. Identitas keagamaan yang kian menonjol di kalangan masyarakat Sunda kemudian menjadi salah satu penentu dalam dinamika politik kontemporer. Hal ini tampak, misalnya, dalam Pilgub Jawa Barat 2018.

Herdiansah dan Al-Banjari (2023) mencatat dari data exit poll bahwa orang Sunda menempatkan identitas agama dan suku sebagai indikator penting dalam menentukan preferensi politik. Sebanyak 56% responden menyatakan sangat setuju dan 35% setuju, sebuah gambaran tentang kuatnya religiusitas dan identitas kolektif berperan di ruang kekuasaan.

Lakon Sejarah yang Panjang

Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)
Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)

Abdul Syukur (2011) melalui jurnal “Islam, Entitas, dan Politik Identitas: Kasus Sunda”, mengetengahkan masalah tersebut dengan serius. Menurutnya identitas Sunda yang berasosiasi dengan Islam merupakan konstruksi akibat kekalahan sejarah.

Islam mengambil posisi sebagai sumber legitimasi baru bagi Sunda, sekaligus menjadi kekuatan pembeda dari hegemoni kebudayaan Jawa. Sunda telah menjadi korban dari penaklukan yang dilakukan oleh Majapahit – Hindu, Mataram – Islam, hingga Demak.

Lapis peminggiran Sunda terus berlanjut hingga datangnya kolonialisme Eropa. Lukito dan Rohayani (2024) dalam “Hambatan Pemberitaan Injil di Tatar Pasundan: Suatu Auto Kritik” mengatakan bahwa mengakarnya Islam dalam budaya Sunda, turut ditanamkan akibat penjajahan yang menerbitkan aturan tanam paksa. Islam menjadi kekuatan pelindung yang mampu membangun resistensi terhadap identitas asing bagi orang-orang Sunda kala itu. Sunda-Islam vis a vis dengan Eropa-Kristen.

Setelah Indonesia modern terbentuk,  Sunda lebih dikenali sebagai kategori kesukuan. Pada masa ini etos keislaman makin menguat, bahkan tak tanggung menjadi kekuatan politik yang melawan. Kartosuwiryo berhasil menggerakkan orang-orang Sunda dengan membawa visi kekuatan Islam politis melalui Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/ TII).

Nina H. Lubis menerangkan bahwa pada 7 Agustus 1949, terjadi proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Tasikmalaya. Hingga tahun 1957 gerakan ini telah mendapatkan 13.129 tentara, 3.000 senjata, menguasai 20% area Tasikmalaya, 14% area Ciamis, dan 15% area Garut, termasuk wilayah Gunung Halu dan Cililin, Cianjur selatan, dan sekitaran Gunung Salak di Bogor.

Setelah tragedi 1965, Orde Baru mengusung proyek nasionalisme bercorak militeristik yang memangkas berbagai kekuatan sayap kiri dan kanan, termasuk kontrol atas dominasi politik Islam. Aksi ini terjadi sebagaimana sebelumnya pasukan Siliwangi berhasil menumpas DI/TII. Sejak itu Sunda berada di bawah hegemoni baru, yakni nasionalisme ala Soeharto.

Di sinilah peluang menegaskan Sunda-Islam datang, utamanya bagi kelompok yang berkiblat pada kekuatan politik Islam seperti Masyumi dan turunannya. Inilah yang menjadi konteks munculnya jargon “Islam téh Sunda, Sunda téh Islam”.

Semangat politik Islam kini diterjemahkan dalam jalan dakwah khususnya lewat bidang pendidikan yang terus beroperasi meskipun dalam tekanan. Bahkan yang uniknya justru dipandang lebih sejalan dengan agenda Orde Baru yang masif melakukan pembinaan keagamaan (agamaisasi), ketimbang menyuarakan aspirasi politik.

Akhirnya, meskipun Islam politik kalah telak, islamisasi kultural justru mendapatkan panggung yang luas. Misalnya pada 1977 Muhammadiyah meresmikan Ma’had Darul Arqam di Garut dan Yayasan Sahid Jaya mengembangkan Pusat Pendidikan Islam Modern Sahid di Bogor.

Bahkan lebih awal lagi, Persatuan Umat Islam telah mendirikan Perguruan Tinggi Islam di Majalengka pada 1972. Begitupun Universitas Islam Bandung berganti status dan Universitas Islam Nusantara berubah nama pada tahun 1969, serta setahun sebelumnya IAIN Sunan Gunung Djati berhasil berdiri di Bandung.

Memulihkan Klaim

Islam terus menerus menjadi bahan pergumulan orang Sunda dalam laju sejarahnya. Meskipun pada titik tertentu kerap muncul anggapan sempit bahwa jadi orang Sunda berarti muslim. Namun Mark Woodward dalam Islamicate Civilization and National Islams: Islam Nusantara, West Java and Sundanese Culture (2019) mengkritik bahwa narasi itu lebih bersifat ideologis daripada faktual.

Baginya pembacaan atas jargon “Islam téh Sunda, Sunda téh Islam” sering kali bersifat klaim. Pertama, Sunda dianggap sejak awal sudah islami. Kedua, budaya Sunda harus dipurifikasi agar sesuai ajaran Islam. Kedua tafsir ini dipandang sebagai bahasa “fiksi saleh.” Pada kenyataannya, masih ada orang Sunda yang non-muslim, seperti Urang Kanékés yang memeluk Sunda Wiwitan.

Dalam penelitian yang sama, Woodward justru merefleksikan upaya historis dan kultural untuk menyatukan identitas Sunda dengan Islam. Salah satu simbol utamanya ialah figur Sunan Gunung Jati. Salah seorang Wali Songo ini yang dalam silsilahnya dikisahkan berakar ganda, dari Nabi Muhammad melalui garis ayah dan dari Prabu Siliwangi melalui garis ibu.

Dari titik ini, wajah Islam di Sunda berkembang dalam beragam bentuk. Mulai ekspresi tradisional-sufistik yang tampak dalam pantun, mitologi Nyai Pohaci, ritual agraris, dan ziarah wali, hingga modernis-reformis seperti Persatuan Islam (PERSIS) dan Muhammadiyah yang menekankan purifikasi dan pendidikan. Serta varian kultural seperti Islam Nusantara yang dipromosikan NU dan Islam Berkemajuan yang digagas Muhammadiyah.

Bahkan dalam konteks kontemporer Woodward juga melihat hadirnya arus Salafi-transnasional yang cenderung menolak tradisi lokal.

Merangkul Keragaman

Bangunan Masjid Cipaganti zaman baheula. (Sumber: IBT Locale Techniek)
Bangunan Masjid Cipaganti zaman baheula. (Sumber: IBT Locale Techniek)

“Islam téh Sunda, Sunda téh Islam” seharusnya setia merangkul keragaman Islam, berani berdialog dengan semua pihak. Tatar Sunda sendiri telah menjadi saksi akan lahirnya tokoh-tokoh yang berhasil memadukan nilai-nilai Islam dan budaya Sunda, seperti R.A.A. Wiranatakusumah V dan Penghulu Haji Hasan Mustapa.

Perkembangan ini diiringi munculnya organisasi PERSIS pada 1913 di Bandung, juga gerakan aktivis muslim di ITB seperti dicatat pada penelitiannya Bamualim.

Dalam lintasan waktu, Sunda juga melahirkan ulama-ulama karismatik yang menjadi representasi Islam tradisional seperti Ajengan K.H. Moh. Ilyas Ruhiat dari Cipasung dan Abah Anom dari Suryalaya yang masing-masing berperan penting dalam basis pesantren. Di tanah yang sama, hadir pula komunitas dan tokoh dari ragam latar termasuk Ahmadiyah yang telah ada sejak 1933.

Historiografi ini tampak jelas dalam Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat (2011) yang ditulis oleh tim di bawah ketua Nina Herlina Lubis Di dalamnya melahirkan pejuang kemerdekaan Entoy M. Toyib dan Raden M. Muhyidin yang aktif di Paguyuban Pasundan. Di samping itu, perjumpaan Sunda dengan tradisi Ahlulbait pun tak terhindarkan dengan berdirinya Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) di Bandung pada tahun 2000.

Dengan demikian, “Islam téh Sunda, Sunda téh Islam” bukanlah jargon yang beku, melainkan pintu tafsir yang selalu terbuka. Ia adalah jejak kreativitas dan pergulatan batin manusia Sunda, yang dirajut dari benang sejarah, politik, dan budaya, sehingga maknanya tak pernah selesai. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 24 Sep 2025, 20:49 WIB

Catatan Reuni Angkatan 95 Pendidikan Ekonomi IKIP Bandung

Tidak semua alumnus Jurusan Pekon 95 yang sejatinya dididik untuk menjadi calon-calon tenaga pendidik di tanah air itu menjadi guru.
Villa Isola di Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung. (Sumber: Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 24 Sep 2025, 20:02 WIB

Perlu Terobosan Kebijakan, Bagaimana Mengukuhkan Bandung sebagai Kota Talenta?

Dengan terobosan kebijakan yang adaptif dan partisipatif, Bandung bisa bangkit memperkuat kualitas kebijakan.
Bandung juga menjadi tuan rumah bagi talenta-talenta kreatif. (Sumber: Pexels/Heru Dharma)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 19:16 WIB

Musik yang Menembus Batas: Grunge, Bandung, dan Regenerasi Subkultur

Grunge meledak di Purnawarman 90-an: kaset, flanel, gigs gang sempit, dan semangat liar anak muda Bandung yang tak bisa dibobodo.
Ilustrasi. Bandung Lautan Grunge, festival atau konser yang menunjukkan tren positif dalam skena musik Bandung. (Sumber: instagram.com/lautan_grunge)
Ayo Netizen 24 Sep 2025, 18:27 WIB

Meretas Makna 'Islam téh Sunda, Sunda téh Islam'

Membuka lapis sejarah, politik, dan budaya tentang wajah Islam Sunda yang terbuka dan beragam.
Masjid Raya Al Jabbar di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 17:22 WIB

Menyulam Masa Lalu Pasir Kaliki Menjadi Taman Bermain Masa Depan ala Skyward Project

Jejak kearifan lokal nyaris terlupakan dalam nama dan wilayah “Pasir Kaliki”, namun Skyward Project menghidupkan kembali narasi lokal lewat pendekatan edutainment.
Jejak kearifan lokal nyaris terlupakan dalam nama dan wilayah “Pasir Kaliki”, namun Skyward Project menghidupkan kembali narasi lokal lewat pendekatan edutainment. (Sumber: dok. Skyward Project)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 15:28 WIB

Menembus Pasar Global Lewat Cita Rasa Lokal, Kisah Niko Saputra dan Bechips Indonesia

Langkah pertama Bechips dimulai dari sebuah keputusan sederhana tapi berani, di mana bisnis harus memiliki identitas kuat dan nilai tambah yang membedakan.
Owner CV Bechips Indonesia, Niko Saputra dan sang istri saat menunjukkan produk andalannya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 24 Sep 2025, 15:23 WIB

Masjid Al-Lathiif Bandung: Ruang Spiritual sekaligus Rumah Kreatif bagi Anak Muda di Kota Bandung

Al-Lathiif merupakan masjid yang termasyur berkat gerakan pemuda hijrah yang digagas oleh Ustaz Hanan Attaki.
Masjid Al-Lathiif , Jl.Saninten No.2 Cihapit Kota Bandung (Sumber: Masjid Al-Lathiif)
Ayo Jelajah 24 Sep 2025, 13:47 WIB

Hikayat Hantu Dua Duo yang Gentayangan di Konflik Lahan Kota Bandung

Konflik lahan Bandung jadi drama panjang. Warga Sukahaji dan Dago Elos hadapi intimidasi, gugatan kolonial, hingga kriminalisasi.
Puluhan warga Dago Elos yang tergabung dalam Forum Dago Melawan melakukan aksi memperingati hari buruh internasional atau MayDay di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu 1 Mei 2024. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 12:29 WIB

Kerupuk Kulit Mak Yuyu dari Cimahi, Dorokdok dengan Sentuhan Kekinian

Siapa sangka camilan tradisional khas Garut bisa tampil dengan wajah baru dan rasa yang lebih beragam. Itulah yang dilakukan Liliyan Yulianti lewat produk Kerupuk Kulit Mak Yuyu, usaha rumahan yang
Dorokdok Mak Yuyu (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 10:21 WIB

Si Mungil yang Wajib Dimiliki Para Penikmat Musik

Mini speaker menjadi salah satu benda yang wajib dimiliki oleh para penikmat musik. Benda ini merupakan perangkat pengeras suara berukuran kecil yang praktis digunakan untuk memutar musik, podcast
Ilustrasi foto penikmat musik. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 24 Sep 2025, 09:46 WIB

Mengunjungi Saung Kasep, Padepokan yang Juga Jadi Galeri Kerajinan Sunda

Semangat melestarikan budaya Sunda mengantarkan Edi Dago menekuni bisnis aksesoris dan cinderamata khas Jawa Barat. Usaha yang dirintis sejak 2015 ini tak sekadar menjadi sumber penghasilan, tetapi ju
Workshop di Saung Kasep. (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 24 Sep 2025, 09:12 WIB

Bandung Barometer Peradaban Budaya Sunda

Bandung menyimpan jejak peradaban lewat museum, cagar budaya, kesenian, dan kaulinan.
Ada tantangan nyata di ruang publik Bandung dimana rasa kasundaan yang kian bergeser. (Sumber: Pexels/Muhammad Endry)
Ayo Netizen 23 Sep 2025, 21:10 WIB

Bandung Harus Ramah bagi Pejalan Kaki

Bandung belum ramah terhadap pejalan kaki karena sarana dan prasaranya belum sepenuhnya memenuhi syarat.
Kondisi Trotoar bagi Pejalan Kaki di Bandung (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 23 Sep 2025, 20:01 WIB

Rampak Gitar, Mukti-Mukti, dan Luka Agraria di Tanah Pasundan

Puluhan gitar akustik dimainkan serentak dalam sebuah rampak bertajuk The Revolution Is.
Mukti-Mukti, musisi asal Bandung. (Sumber: Facebook/Mukti-Mukti)
Ayo Biz 23 Sep 2025, 19:22 WIB

Sisi Tiara dan Kopi Cantel: Meracik Kehangatan di Tengah Estetika Kafe Bandung

Sejak 2019, Kopi Cantel tumbuh sebagai simbol kehangatan dan keterhubungan, menjawab kebutuhan masyarakat urban Bandung akan tempat nyaman, inklusif, dan estetik.
Sejak berdiri pada 2019, Kopi Cantel tumbuh sebagai simbol kehangatan dan keterhubungan, menjawab kebutuhan masyarakat urban Bandung akan tempat yang nyaman, inklusif, dan estetik. (Sumber: dok. Kopi Cantel)
Ayo Jelajah 23 Sep 2025, 19:19 WIB

Sejarah Gelap KAA Bandung, Konspirasi CIA Bunuh Zhou Enlai via Bom Kashmir Princess

Di balik megahnya KAA 1955 di Bandung, ada drama intelijen. CIA dituding pasang bom. Pemimpin Tiongkok Zhou Enlai nyaris jadi korban. Apakah benar konspirasi itu nyata?
Pemimpin Tiongkok Zhou Enlai bersama Presiden Soekarno berkeliling di Bandung saat KAA 1955. (Sumber: Museum Konferensi Asia Afrika)
Ayo Netizen 23 Sep 2025, 18:00 WIB

Sunda, Kematian, dan Alam Baka: 'Bapa Keur Bujang, Ema Keur Lanjang, Kuring Keur di Mana?'

Kematian bagi Sunda bukan sekadar akhir, teka-teki yang abadi. Ia dipahami sebagai kesatuan awal-akhir.
Di antara narasi-narasi besar, Sunda tampil bicara kematian dengan artikulasinya yang sangat rendah hati. (Sumber: Pexels/Jusup Budiono)
Ayo Biz 23 Sep 2025, 17:11 WIB

Musik Tanpa Instrumen: Ensemble Tikoro dan Revolusi Vokal Metal

Di balik absurditas yang tampak dari Ensemble Tikoro, tersimpan filosofi musikal yang mendalam. Grup vokal eksperimental ini hadir dan menantang batas konvensional.
Di balik absurditas yang tampak dari Ensemble Tikoro, tersimpan filosofi musikal yang mendalam. Grup vokal eksperimental ini hadir dan menantang batas konvensional. (Sumber: dok. Ensemble Tikoro)
Ayo Biz 23 Sep 2025, 15:36 WIB

Langkah Berani Azalia Yasyfa Menyajikan Cita Rasa Negeri Seberang di Rasa Melayu Bandung

Memperkenalkan kuliner Melayu di Bandung bukan perkara mudah, Azalia harus menjembatani selera lokal dengan rasa yang belum familiar.
Rasa Melayu Bandung, sebuah restoran yang menyajikan masakan khas Melayu, sesuatu yang belum banyak disentuh di kota ini. (Sumber: instagram.com/rasa_melayubdg)
Ayo Netizen 23 Sep 2025, 15:13 WIB

Angkot, Suara Rakyat dan Pergumulan Batin yang Tersirat

Angkot bukan hanya sekedar transportasi umum, ia tempat yang selalu mengingatkan suara-suara kecil yang tak pernah terdengar.
Angkot dan Suara Rakyat Kecil (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)