KULINER bakso di Bandung--saking banyaknya--susah dihitung dengan jari. Dari penjual bakso yang dipikul, versi gerobak dorong, pake motor, buka di kedai atau ruko, hingga mi bakso kelas restoran dengan harga premium dan ruangan ber-AC.
Dari penjual bakso yang biasa-biasa saja, kurang terkenal, terkenal, legendaris, hingga yang baru buka dan viral. Semua ada. Rasa dan harganya pun bermacam-macam tergantung selera dan isi dompet.
Nah, mi bakso “Abrag” termasuk mi bakso legendaris dari kelas gerobak dorong yang berkeliling kampung hingga kelas kedai atau ruko yang pelanggannya tak sedikit dan begitu fanatik akan soal rasa.
Ya, kita akrab dengan mi bakso “Abrag” gerobak dorong yang setiap hari keliling kampung, keluar masuk gang, dan keluar masuk perumahan dengan rasa khas “Abrag”-nya
Emang bakso ini biasa nongkrong di depan rumah saya sambil memukul-mukul mangkuk teng … teng … teng memanggil pelanggannya. Atau bila Anda penggemar berat mi bakso "Abrag" yang lebih sedikit berkelas, Anda bisa mengunjungi kedai mi bakso “Abrag pusat” di Jalan Mohamad Toha yang tak jauh dari pintu tol Mohamad Toha. Keluar pintu tol Mohamad Toha, lalu belok kiri dan lurus saja setelah 500 meter di sebelah kanan ada pohon besar. Nah, kedai mi bakso “Abrag” berada persis di bawah pohon besar—entah pohon apa namanya--yang daunnya lebat.
Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur. Harga seporsinya mulai Rp18.000 dan batagor Rp2.500 per picisnya. Harga yang sangat terjangkau. Eh, ternyata bakso Abrag tidak hanya di Jalan Mohamad Toha saja. Kedai bakso Abrag bisa ditemui juga di Jalan Kiaracondong, A.H. Nasution, Wates, Katapang, Padalarang, dll. Di lokasi tersebut, sama pelangannya cukup banyak. Menu yang ditawarkan selain bakso ada juga batagor.
Ketahuilah, di antara mereka tidak ada keterkaitan, termasuk dengan kedai bakso Abrag di Jalan Mohamad Toha dan bakso Abrag di Jalan Kiaracondong. Entahlah kalau soal hubungan mantan majikan-anak buah yang pernah mereka jalin lalu mereka mendirikan usaha masing-masing.

Penasaran, pernah saya iseng bertanya kepada abang bakso “Abrag” yang berjualan keliling perumahan saya, di daerah Cangkuang, Soreang, Kabupaten Bandung. “Naon sih mang hartina ‘Abrag’ teh?” tanya saya sambil memesan semangkuk mi bakso seharga sepuluh ribu.
“’Abrag itu singkatan’ dari Abang Bakso Rantau Tegal,” jawabnya.
Oh, baru tahu saya. Saya terkejut.
Si Abang bakso menyebut gerobak baksonya bukan punya sendiri, tapi mengambil dari bos. “Saya hanya menjualkan punya bos dan saya dapat upah,” katanya.
Menurutnya, kebanyakan pedagang mi bakso “Abrag” memang perantau dari Tegal, Jawa Tengah. Kalau pun ada yang bukan orang Tegal, minimal bosnya adalah orang Tegal. Konon, para penjual mi bakso “Abrag” semuanya berasal dari kawasan Margasari, Tegal, Jawa Tengah.
Iseng-iseng saya searching di Youtube, muncullah nama Herman seorang bos mi bakso “Abrag” di daerah Cangkuang, Soreang, Kabupaten Bandung. Ia merupakan seorang perantau dari Tegal. Ia mempunyai gerobak bakso 4 buah yang didagangkan anak buahnya berkeliling di sekitar Cangkuang-Soreang. Ia tinggal di rumah kontrakan.
Kembali ke istilah “Abrag”, dalam bahasa Sunda “Abrag” kurang lebih berarti “meledak-ledak”, “meloncat-loncat”, kegirangan. Sama sekali tidak ditemukan arti kata “Abrag” yang berkaitan dengan penjualan bakso. Tapi, Ada yang berseloroh “Abrag” itu singkatan dari “Abang Bakso Rada Ganteng".
Entah mana yang benar?
Suatu hari—sudah lama--saya bertemu lagi dengan abang mi bakso “Abrag” langganan saya yang saya membeli baksonya tempo hari. Kata saya, sambil memesan semangkuk mi bakso, “Di depan Polresta Soreang ada juga g gerobak yang jualan mi bakso ‘Abrag’, siapa dia?” tanya saya.
“Oh, itu adik saya yang membantu menjualkan bakso saya,” jawabnya sambil tersenyum.
Oh, rupanya sekarang dia bukan lagi pegawai, tapi sudah menjadi bos rupanya. Roda mi bakso “Abrag” memang terus berputar. Selamat, si emang itu kini sedang berada di atas. (*)