Refreshing, Healing, dan Rungsing

Ibn Ghifarie
Ditulis oleh Ibn Ghifarie diterbitkan Rabu 30 Jul 2025, 08:57 WIB
Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Saat ngobrol santai, seorang kawan nyeletuk soal maraknya rojali (rombongan jajan lihat-lihat) dan rohana (rombongan hanya nanya-nanya)

“Nya, sesekali refreshing, hiling biar hidup gak rungsing. Setuju, Mang?” ujarnya.

Kujawab singkat: “Nya!”

Obrolan sore itu ditutup dengan satu kalimat dari kawanku,
“Untuk menjadi waras dan bahagia itu nggak datang dari orang lain. Kita yang harus ciptakan sendiri.”

Suasana Mall Paris Van Java (PVJ), Jalan Sukajadi, Kota Bandung, pada hari Kamis, 12 Agustus 2021. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Suasana Mall Paris Van Java (PVJ), Jalan Sukajadi, Kota Bandung, pada hari Kamis, 12 Agustus 2021. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Hikayat Rojali dan Rohana

Dalam liputan Kompas bertajuk “Fenomena Rojali dan Rohana, Potret Pelemahan Daya Beli atau Strategi Atur Ekonomi?”, istilah rojali dan rohana digambarkan sebagai sindiran sosial yang menggelitik sekaligus mengandung makna ekonomi yang dalam dan unik.

Rojali akronim dari rombongan jarang beli. Rohana adalah singkatan dari rombongan hanya nanya.  Keduanya merujuk pada fenomena masyarakat yang datang beramai-ramai ke pusat perbelanjaan tanpa niat, kemampuan untuk benar-benar berbelanja. Pasalnya, mereka sekadar melihat-lihat, menanyakan harga, dan membandingkannya dengan harga di lokapasar daring.

Parahnya, fenomena ini tampak jelas di akhir pekan ketika mal-mal dipadati pengunjung. Namun, tidak semua pengunjung melakukan transaksi pembelian.

Sebagian besar justru menikmati suasana sejuk dan bersih di dalam mal, sambil membeli kopi, camilan ringan, menjadikan aktivitas ini sebagai ajang hiburan murah meriah, berkumpul bersama keluarga, teman, sekaligus “cuci mata” melihat-lihat etalase produk.

Meskipun bukan hal baru, kebiasaan rojali dan rohana semakin masif dalam dua pekan terakhir, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Menurunnya daya beli masyarakat menjadi salah satu indikatornya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,87 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu (4,91 persen), dan jauh di bawah rata-rata sebelum pandemi yang mencapai 5,4 persen. 

Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 52 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Kondisi ini diperparah oleh kelompok kelas menengah atas yang masih menahan konsumsi.

Kelompok ini biasanya menopang sekitar 70 persen konsumsi rumah tangga di Indonesia. Alih-alih membelanjakan uangnya, mereka kini cenderung menyimpannya dalam berbagai instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyatakan fenomena rojali merupakan sinyal penting bagi para pengambil kebijakan.

Mereka tidak hanya perlu fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi harus menjaga ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga, khususnya pada kelas menengah bawah.

Perilaku rojali mencerminkan kebutuhan akan eksistensi sosial (social presence). Di tengah keterbatasan daya beli, konsumen tetap ingin tampil dan terkoneksi secara sosial.

Pusat perbelanjaan, kafe menjelma menjadi ruang publik sekaligus panggung sosial untuk menunjukkan keberadaan dan menjaga harga diri di mata publik. (Kompas edisi 28 Juli 2025).

Perjuangan seorang bapak yang rela melakukan apapun demi keluarganya bisa hidup enak tanpa ia sadari istri dan anaknya menderita. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Perjuangan seorang bapak yang rela melakukan apapun demi keluarganya bisa hidup enak tanpa ia sadari istri dan anaknya menderita. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Merawat Rumah Tangga

Ingatlah, rumah tangga adalah pilar utama kebahagiaan dalam kehidupan manusia.

Rumah tangga merupakan fondasi dasar kehidupan manusia. Bukan sekadar ikatan legal (tempat tinggal), tetapi menjadi ruang suci tempat cinta tumbuh, tanggung jawab dibagi, dan kebahagiaan sejati dirajut setiap hari. 

Saat berumah tangga, manusia belajar mengenali dirinya sekaligus menyelami makna hidup melalui kebersamaan yang intim dan penuh makna.

Muhammad Kosim, dalam tulisannya “Pilar Keluarga Bahagia”, menjelaskan keluarga yang bahagia dunia dan akhirat dapat diraih dengan membangun fondasi utama yang kuat sebagai landasan agama yang kokoh dan tiga pilar utama humanis, hirarkis, dan harmonis.

Setiap orang tentu mendambakan kebahagiaan dalam keluarga, bukan hanya untuk kehidupan dunia, tapi harus langgeng hingga akhirat. Untuk meraih kebahagiaan itu diperlukan pondasi yang benar-benar kuat.

1. Pilar Humanis

Keluarga harus dibangun dengan memenuhi kebutuhan manusia secara utuh, baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupan berumah tangga, perhatian tidak boleh hanya terfokus pada hal-hal fisik dan material, melainkan pada kesehatan jiwa dan spiritualitas anggota keluarga.

2. Pilar Hirarkis

Dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah SWT. Namun, dalam konteks kehidupan berumah tangga, dibutuhkan struktur kepemimpinan demi keteraturan. Inilah pentingnya hirarki, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan…” (QS an-Nisa’ [4]: 34).

Istri dianjurkan untuk patuh kepada suaminya selama perintah itu tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, suami harus adil dan tidak berlaku zalim kepada istrinya. Hirarki dalam keluarga bukanlah bentuk tirani, tetapi mekanisme untuk menjaga keluarga tetap berada di jalan yang lurus dan terhindar dari siksa api neraka (QS at-Tahrim [66]: 6).

3. Pilar Harmonis

Keluarga bahagia adalah keluarga yang harmonis, antara suami, istri, dan anak-anaknya. Inilah makna keluarga sakinah, sebagaimana disebut dalam QS ar-Rum [30]: 21:
“…dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang…”

Rasa cinta dan kasih sayang yang ditanamkan karena Allah akan menjaga keharmonisan rumah tangga. Al-Qur’an memerintahkan agar suami memperlakukan istri dengan baik:
“…dan bergaullah dengan mereka secara makruf.” (QS an-Nisa’ [4]: 19)

Rumah tangga bukan sekadar tempat tinggal bersama, tetapi menjadi medan perjuangan membangun kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang lahir dari cinta, terarah oleh agama, dan tumbuh dari keharmonisan. (Republika, 19 Februari 2022).

Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Merayakan Kebahagiaan 

Dalam tulisan berjudul "Konsep Kebahagiaan Komaruddin Hidayat dan Relevansinya dengan Tasawuf" oleh M. Hendi Bayu Pratama dkk., dijelaskan Guru Besar UIN Jakarta kebahagiaan berkaitan erat dengan martabat dan struktur kejiwaan setiap individu.

Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bersifat tunggal, melainkan terdiri dari jenjang dan tingkatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan eksistensial manusia.

Setidaknya terdapat tiga pilar utama yang dapat memengaruhi kebahagiaan seseorang:

1. Memiliki keluarga yang baik (having a good family),

2. Memiliki pekerjaan yang layak dan bermakna (having a good job), dan

3. Memiliki teman-teman serta komunitas yang sehat (having good friends and community).

Selain pilar-pilar itu, kebahagiaan memiliki dimensi dan tahapan yang membentuk tangga-tangga menuju puncak kebahagiaan. Setiap manusia dapat menapaki hierarki kebahagiaan ini sesuai dengan kesadaran dan kualitas jiwanya.

Secara garis besar, mantan Rektor UIII membagi jenjang eksistensi manusia ke dalam lima tingkatan; Jasadi (fisik), Nabati (tumbuh-tumbuhan), Hewani (insting, binatang), Insani (intelektual, kemanusiaan) dan Ruhani (spiritual, ketuhanan).

Pada tingkat nabati dan hewani, manusia cenderung mencari kebahagiaan yang bersifat fisik dan instingtif, misalnya berupa kenikmatan ragawi, kesenangan sesaat, atau pemenuhan kebutuhan dasar.

Namun seiring peningkatan kualitas jiwa, manusia dapat naik ke level insani, yang ditandai dengan kebahagiaan intelektual (intellectual happiness), kebahagiaan moral (moral happiness), dan kebahagiaan sosial (social happiness). Ini adalah kebahagiaan yang lebih abstrak dan berakar pada akal budi serta tanggung jawab sosial.

Puncaknya adalah kebahagiaan spiritual (spiritual happiness), yaitu saat seseorang mampu mengendalikan nafsu, pikiran, dan perbuatan melalui jiwa rabbani.

Pada tingkatan ini, manusia merasakan kedekatan dengan Tuhan dan dipenuhi oleh kasih sayang-Nya. Inilah bentuk kebahagiaan tertinggi yang tidak bergantung pada kondisi luar, melainkan bersumber dari kedalaman batin. (Jurnal Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni (JISHS), Vol. 02 No. 04, Juli–September 2024: 716–726).

Sekedar contoh kebahagiaan orang tua tidak terletak pada seberapa banyak harta, kekayaan yang dapat mereka wariskan, melainkan pada sejauh mana mereka berhasil mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang berilmu dan berintegritas. Inilah bentuk kebahagiaan yang lebih mendalam dan bermakna.

Di sinilah muncul dimensi kebahagiaan yang disebut moral happiness, kebahagiaan yang dirasakan ketika seseorang mampu memberikan manfaat bagi orang lain.

Moral happiness sangat erat kaitannya dengan social happiness, karena kebahagiaan moral akan lebih terasa apabila seseorang mampu membangun relasi sosial yang sehat, hangat, dan saling menguatkan.

Moral happiness bukan hanya tentang kebaikan pribadi, tetapi erat keberhasilan seseorang dalam menebar kebaikan di tengah kehidupan sosialnya. Itulah kebahagiaan yang tumbuh dari nilai-nilai kebaikan, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap sesama. (Komaruddin Hidayat, 2013: 102).

"Kebahagiaan sejati itu bukan soal banyaknya harta atau tingginya jabatan, tapi tentang hati yang tenang, relasi yang hangat, dan perasaan cukup serta syukur atas apa yang dimiliki."

Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Menikmati Akhir Pekan di Tepi Healing (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)

Menjaga Kewarasan 

Di tengah derasnya arus tren media sosial, masyarakat kian gemar membagikan aktivitas kehidupan sehari-hari, mulai dari momen liburan, saat menghadapi masalah, putus cinta, tugas yang menumpuk, hingga perasaan lelah yang tak terungkapkan.

Dalam situasi seperti itu, kata healing sering digunakan sebagai ungkapan untuk menggambarkan kebutuhan akan waktu rehat (rekreasi) sejenak dari rutinitas yang melelahkan.

Namun, pada kenyataannya, healing bukanlah sekadar aktivitas liburan biasa, melainkan mengandung makna pemulihan, baik secara fisik, emosional, maupun mental.

Di tengah budaya digital yang kerap menyodorkan kebahagiaan instan, penting untuk mengingat bahwa pemulihan sejati tidak hanya didapat dari perjalanan ke tempat indah, justru hadir dari relasi yang sehat dan dukungan emosional yang kuat, terutama dari diri sendiri, keluarga.

Dengan demikian, bila ingin masyarakat yang tangguh, bangunlah rumah tangga yang kokoh. Jika ingin kehidupan yang bermakna, mulailah dari keluarga yang hangat. Pasalnya dari sanalah, akar kebahagiaan manusia tumbuh subur dan menguat. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Ibn Ghifarie
Tentang Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 17 Sep 2025, 20:02 WIB

Elipsis ... Cara Pakai Tiga Titik sebagai Tanda Baca

Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan.
Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan. (Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 18:14 WIB

Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Dari Charlie Chaplin sampai fotografer Thilly Weissenborn, banyak dituding pencetus Swiss van Java. Tapi siapa yang sebenarnya?
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 18:12 WIB

Jejak Rasa Kota Kembang: Menyelami Sejarah dan Tantangan Kuliner Legendaris Bandung

Bicara Bandung bukan hanya udara sejuk dan panorama pegunungan yang memikat, tapi juga salah satu pusat kreativitas dunia kuliner yang tumbuh subur.
Setiap jajanan legendaris Bandung menyimpan jejak sejarah, budaya, dan perjuangan para pelaku UMKM. (Sumber: Instagram @batagor_riri)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 16:26 WIB

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya.
Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 16:07 WIB

Kadedemes, dari Krisis Pangan menuju Hidangan Penuh Makna

Kadedemes adalah olahan makanan yang berasal dari kulit singkong.
Kadedemes Kuliner Warisan Suku Sunda (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 12:35 WIB

Sendal Perempuan yang Tak Boleh Hanya Nyaman Dipakai

Sandal perempuan berfungsi sebagai alas kaki yang melindungi telapak dari panas, kotoran, maupun permukaan yang keras ketika beraktivitas. Namun sandal juga memberikan kenyamanan karena umumnya ringan
Ilustrasi Foto Sandal Perempuan. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 10:33 WIB

Surga Buku Jadul di Tengah Kota Bandung

Bagi pencinta buku lama dan koleksi majalah impor, Kota Bandung punya destinasi yang layak dikunjungi, Toko Buku Redjo. Toko ini berlokasi di Jalan Cipunagara Nomor 43, kawasan Cihapit, Bandung
Toko Buku Redjo. (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 09:37 WIB

Studio Rosid, Tempat Paling Nyaman untuk Menikmati Karya Seni

Di tengah ramainya kehidupan perkotaan, terdapat sebuah ruang seni yang menawarkan atmosfer berbeda. Studio Rosid, yang berdiri sejak 2003 di Jalan Cigadung Raya Tengah No. 40, Kecamatan Cibeunying.
Galeri Seni Studio Rosid. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 06:09 WIB

Apakah Mentalitas 'Modal Janji' Berakar dari Masyarakat ?

Janji manis yang sering kali tidak ditepati membuat seseorang bisa kehilangan mempercayai semua pihak.
Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 18:51 WIB

Bandung Bukan Milik Segelintir: BBFT dan Perjuangan Ruang yang Setara

Mereka ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan.
BBFT ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 18:31 WIB

Huruf Kapital Tak Boleh Diabaikan, tapi Kapan Jangan Digunakan?

Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat.
Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat. (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 17:33 WIB

Sejarah Gempa Besar Cianjur 1879 yang Guncang Kota Kolonial

Catatan sejarah Belanda ungkap 1.621 rumah hancur, dari penjara hingga gudang garam, akibat guncangan berhari-hari.
Dokumentasi kerusakan gempa Cianjur 1879. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 16:48 WIB

Reggae Menggema dari Lereng Bandung, Jejak The Paps dan Generasi Musik Bebas

Dari gang-gang kecil tempat anak muda berkumpul, hingga panggung-panggung komunitas yang tak pernah sepi, Bandung jadi rumah bagi banyak eksperimen musikal yang berani.
The Paps, band reggae asal Bandung yang tak hanya memainkan musik, tapi juga merayakan kebebasan dalam berkarya. (Sumber: dok. The Paps)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 16:10 WIB

Upaya Menyukseskan Program Revitalisasi Sekolah

Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi.
Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi. (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 15:37 WIB

Menyulam Asa di Dapur UMKM: Tiga Kisah Perjuangan, Inovasi, dan Harapan

Tiga sosok tangguh dari Bandung ini membuktikan bisnis kecil bisa punya dampak besar asal dijalani dengan tekad, inovasi, dan dukungan publik yang berkelanjutan.
Produk brownies bites yang gluten free, dairy free, dan low sugar dari Battenberg3. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 15:00 WIB

Kasian, Kota Bandung Tak Punya Gedung Festival Film

Ya, Bandung kota seni yang tak Nyeni. Seperti gadis cantik yang belum mandi.
Kota Bandung tak punya Gedung Festival Film. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 14:15 WIB

Sejarah DAMRI, Bus Jagoan Warga Bandung

Sejak 1960-an, DAMRI mewarnai jalanan Bandung. Dari trial and error, berkembang jadi transportasi publik penting, kini hadir dengan armada bus listrik.
Bus DAMRI jadul di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)