AYOBANDUNG.ID -- Bayangkan jika di tengah jalan kamu tiba-tiba bertemu dengan setan-setan gentayangan yang dengan mesranya menyapa atau bahkan mengajakmu berfoto bersama. Bukan adegan film horor, melainkan fenomena nyata yang kini menjamur di ruang-ruang publik kota besar seperti Jakarta dan Bandung.
Di kawasan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta, para âjurig" berdandan total dan menyapa wisatawan dengan senyum ramah. Fenomena ini tak berhenti di ibu kota. Bandung, kota yang dikenal dengan kreativitas warganya, kini menjadi panggung utama bagi para cosplayer berkarakter horor.
Jalan Asia Afrika, Bandung, menjadi titik temu antara wisatawan dan para cosplayer yang bertransformasi menjadi hantu lokal maupun internasional. Roro Kidul, Nenek Lampir, Suster Ngesot, Pocong, Kuntilanak Merah, Valak, hingga Hantu Kepala Bantung berdiri berjejer, melambaikan tangan, dan siap diajak berswafoto.
Menariknya, tren ini tak hanya terbatas pada karakter horor. Para cosplayer juga menghadirkan tokoh-tokoh populer seperti Marsya, Olaf, Cinderella, Kakashi, Transformer, Satria Baja Hitam, dan Iron Man. Mereka menyatu dalam satu ruang publik, menciptakan pengalaman wisata yang unik dan penuh warna.
Fenomena ini bukan sekadar hiburan. Di balik kostum dan riasan menyeramkan, ada komunitas kreatif yang menjadikan cosplay sebagai medium ekspresi sekaligus peluang ekonomi. Komunitas Jurig Bandung, misalnya, aktif tampil di kawasan Alun-alun Bandung dan Cikapundung, melayani permintaan foto dari wisatawan setiap harinya.
Di akhir pekan, permintaan foto melonjak drastis. Anak-anak, remaja, hingga orang dewasa antre untuk mengabadikan momen bersama para âjurigâ yang justru terlihat lebih lucu daripada menyeramkan. Aksi ini menjadi daya tarik wisata baru yang murah meriah dan sangat Instagramable.

Tedi, salah satu cosplayer Kuntilanak Merah dari Komunitas Jurig Bandung, mengungkapkan bahwa komunitas ini lahir dari antusiasme warga terhadap cosplay.
âKita awalnya inisiatif membentuk ini karena melihat antusiasme masyarakat sama kita (cosplayer) lumayan baik. Hingga saat ini komunitas jurig dan cosplay sudah berjalan sejak tahun 2015,â ungkap Tedi kepada Ayobandung.
Soal penghasilan, Tedi mengakui bahwa pendapatan harian tidak menentu. Namun, akhir pekan biasanya membawa berkah. Bagi mereka, kebahagiaan pengunjung adalah nilai utama, meski peluang bisnis tetap terbuka lebar. âYang penting mah kita ikut menyemarakkan aja,â ujarnya.
Tren ini juga membuka peluang ekonomi kreatif lain, salah satunya jasa foto instan, penjualan merchandise karakter, hingga kolaborasi dengan event lokal. Beberapa cosplayer bahkan mulai merancang paket wisata tematik, seperti âTur Horor Bandungâ yang menggabungkan cosplay, storytelling, dan sejarah lokal.
Di era digital, cosplayer juga bisa memonetisasi konten mereka lewat media sosial. Video behind-the-scenes, tutorial makeup karakter, atau vlog interaksi dengan pengunjung bisa menarik banyak penonton dan membuka peluang endorsement atau monetisasi platform.
Ranti, warga Bandung yang sedang berlibur, mengaku senang bisa berinteraksi langsung dengan para cosplayer. Menurutnya, kehadiran para cosplayer membuat kawasan pusat Kota Bandung semakin hidup dan ramai. âSenang, unik aja. Jarang nemu soalnya kalau di daerah lain,â ujarnya.

Ditanya soal keberaniannya berfoto dengan para âjurigâ, Ranti justru tertawa. âEnggak nakutin, malah aku lihatnya jadi lucu,â ungkapnya. Ia bahkan menyempatkan diri berfoto dengan karakter animasi favoritnya.
âAku sudah nyoba foto sama beberapa âjurigâ-nya. Dan kebetulan aku seneng animasi juga. Jadi aku sekalian foto sama cosplayer Kakashi-nya,â riang Ranti.
Fenomena ini menunjukkan bahwa cosplay bukan sekadar hobi, melainkan bentuk seni pertunjukan yang mampu menghidupkan ruang publik. Bandung, dengan reputasinya sebagai kota kreatif, menjadikan cosplay sebagai bagian dari identitas urban yang inklusif dan penuh imajinasi.
Dengan dukungan komunitas, pemerintah daerah, dan pelaku ekonomi kreatif, cosplay horor bisa berkembang menjadi atraksi wisata tematik yang berkelanjutan. Bukan tidak mungkin, ke depan akan muncul festival cosplay horor tahunan yang menggabungkan parade, kompetisi, dan edukasi budaya.
Seperti yang diungkapkan Tedi, semangat komunitas ini bukan semata soal uang, melainkan soal kontribusi terhadap atmosfer kota. âYang penting mah kita ikut menyemarakkan aja,â tutupnya.
Alternatif produk cosplay atau UMKM kreatif serupa: