Ditulis oleh Arif Minardi
AYOBANDUNG.ID – Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) penduduk usia kerja di Kota Bandung pada 2024 sebanyak 1.994,6 ribu orang. Sebagian besar penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja yaitu 1.354,9 ribu orang, sisanya termasuk bukan angkatan kerja sebesar 639,7 ribu orang.
Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan usaha dapat menggambarkan struktur tenaga kerja di pasar kerja. Lapangan usaha di Kota Bandung yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah Jasa yaitu sebesar 74,88 persen. Diikuti oleh lapangan usaha di sektor Industri sebesar 24,65 persen, dan Pertanian sebesar 0,47 persen.
Tingkat pendidikan dapat mengindikasikan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Di Kota Bandung penduduk bekerja tamatan Sekolah Menengah Atas sederajat sebesar 24,20 persen. Sementara penduduk bekerja tamatan Diploma I/II/III sebesar 5,17 persen.
Paragraf di atas adalah potongan data resmi yang dari tahun ke tahun kondisinya mirip-mirip dan hanya berubah angka-angka yang tidak terlalu signifikan. Publik terus disuguhi data ketenagakerjaan yang boleh dibilang kurang memiliki manfaat langsung dan belum menjadi solusi ketenagakerjaan yang efektif.
Kondisi data ketenagakerjaan yang ala kadarnya di Kota Bandung juga terjadi di daerah lain, bahkan di tingkat provinsi dan nasional juga tidak jauh berbeda.
Keniscayaan, pentingnya mewujudkan data ketenagakerjaan oleh pemerintah daerah yang terintegrasi dengan portofolio kompetensi penduduk usia kerja dan pasar tenaga kerja. Semua itu perlu platform digital yang mudah diakses oleh publik. Platform tersebut juga memiliki aplikasi yang berfungsi sebagai kartu pencari kerja (kartu kuning). Dan juga bisa menjadi bursa lapangan kerja yang praktis. Karena pencari kerja bisa secara mudah mengirim CV dan berkas lamaran dengan menggunakan aplikasi yang ada dalam platform diatas.
Lebih sempurna lagi jika platform digital tersebut dibuat seperti platform pendidikan yakni sistem informasi akademis (Siakad) yang saat ini sudah banyak digunakan oleh dunia pendidikan. Dengan sistem ini pelamar kerja bisa langsung ikut test atau wawancara lewat platform tersebut.
Baca Juga: Pengolahan Sampah dengan Sistem RDF, Antara Bandung dan Jakarta
Pasar tenaga kerja semakin memprihatinkan akibat sederet persoalan krusial yang belum ada solusinya. Kondisinya diperparah oleh belum adanya data ketenagakerjaan yang kredibel. Padahal pola rekrutmen tenaga kerja sektor formal telah bergeser. Selama ini pemerintah mewajibkan perusahaan-perusahaan melaporkan perkembangan ketenagakerjaannya, namun kebijakan ini kurang diindahkan alias tidak digubris, sehingga pemerintah tidak memiliki data yang akurat dan lengkap.Akibatnya data pasar ketenagakerjaan masih amburadul dan berpengaruh buruk terhadap strategi pengerahan tenaga kerja. Pembukaan lapangan kerja formal belum bisa mengimbangi kenaikan angkatan kerja baru.
Mulai tampak gejala deindustrialisasi akibat kondisi global dan masalah kebutuhan bahan baku dalam negeri yang telah memukul beberapa klaster industri.
Tantangan pemerintah pusat dan daerah terkait ketenagakerjaan mestinya menata dan memperluas portofolio kompetensi tenaga kerja. Penataan tersebut membutuhkan data yang kredibel, data ketenagakerjaan yang sistemik dan tidak asal-asalan seperti yang terjadi selama ini. Yang menyebabkan pengelolaan angkatan kerja tidak pernah optimal.
Betapa vitalnya data ketenagakerjaan bagi sebuah negara. Kita bisa menyimak betapa vitalnya data Non Farm Payroll (NFP) merupakan indikator ekonomi utama bagi Amerika Serikat. Data ini mewakili jumlah pekerja yang dibayar di AS dikurangi pekerja dari sektor pertanian, pegawai pemerintah, pegawai swasta rumah tangga dan karyawan organisasi nirlaba.NFP merupakan pengumuman yang paling ditunggu-tunggu oleh kebanyakan para trader fundamental.
Untuk mengatasi krisis multidimensi profil angkatan kerja nasional dan daerah perlu mendapatkan motivasi, gemblengan etos kerja dan instruktur yang handal. Angkatan kerja baru perlu navigasi dan pembekalan agar termotivasi serta mampu bersaing secara global.
Baca Juga: Adakah Solusi Pendapatan Mitra Angkutan Online yang Terus Merosot ?
Pengerahan dan pendayagunaan angkatan kerja perlu supermentor atau instruktur super yang bisa diperankan oleh mereka yang memiliki kapasitas sebagai inovator, pelaku startup nation dan perorangan yang memiliki pengalaman sebagai diaspora atau pernah belajar di negara maju yang menjadi pusat disrupsi teknologi.Peran supermentor sangat penting untuk menumbuhkan karakter unggul terhadap tenaga kerja sesuai kemajuan zaman yang mengedepankan daya imajinasi dan kapasitas inovasi.
Lebih istimewa lagi jika supermentor bisa menunjukan ragam profesi yang akan lahir serta mampu reinventing atau memunculkan kembali ragam profesi yang sudah menghilang dengan nuansa atau model bisnis yang baru.

Perlu membangun lembaga latihan kerja agar mampu menjadi ruang atau wahana kreativitas untuk memperbaiki proses kreatif dan daya inovasi masyarakat pada saat era disrupsi melanda dunia. Fakta menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan non-formal bagi angkatan kerja berpendidikan rendah selama ini kurang diminati rakyat. Lembaga pendidikan non-formal perlu transformasi agar lebih bernilai tambah untuk rakyat. Lembaga ditingkat kecamatan yakni PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) di tingkat kabupaten/kota sebaiknya segera ditransformasikan menjadi wahana difusi inovasi.
Dalam teori sosiologi, difusi inovasi sering dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Sedang inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial. Perubahan sosial itu pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Pakar sosiologi Rogers dan Shoemaker menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Transformasi pendidikan non-formal menjadi wahana difusi inovasi sebaiknya dimulai dengan pencerahan dan pembelajaran yang berhubungan dengan motivasi, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan taraf kehidupan sehari-hari. Selanjutnya diberikan pencerahan tentang hakikat inovasi yang bisa memberi keuntungan ekonomi.
Strategi pembangunan infrastruktur selama ini masih mengabaikan prinsip audit teknologi. Mestinya prosedur audit bagi produk teknologi asing yang masuk ke Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten untuk menjamin keandalan dan nilai ekonomisnya dibelakang hari.
Hal itu juga dapat menumbuhkan industri nasional serta melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Selain itu dengan audit teknologi bisa mengoptimalkan SDM teknologi nasional yang pada gilirannya akan memperluas spektrum lapangan kerja.
Prosedur audit teknologi hendaknya bukan hanya yang bersifat technoware dari aspek teknologi perangkat keras dan lunaknya, tetapi sekaligus juga harus mencakup aspek infoware, orgaware, dan humanware. Untuk aspek yang terakhir ini dilihat karakter manusia dan responnya terhadap informasi.
Baca Juga: Inisiatif Beasiswa Luar Negeri lewat Program Sister City Kota Bandung
Harusnya program pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur direncanakan secara matang termasuk bagaimana melakukan penilaian teknologi dan keandalan produk yang akan digunakan.
Selama ini usaha pemerintah untuk memacu pembangunan infrastruktur belum disertai dengan proses transformasi, audit teknologi dan perluasan lapangan kerja atau penciptaan job creation. Pemerintah terlihat memberikan cek kosong bagi pengusaha atau investor untuk memilih dan menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini.
Pengadaan infrastruktur dengan skema pembiayaan apapun harus mengedepankan local content dan melibatkan seluas mungkin tenaga kerja lokal.
Fungsi lembaga pemerintah pusat dan daerah seperti BRIN, Bapenas/Bapeda dan perguruan tinggi hingga saat ini belum dilibatkan secara optimal untuk melakukan audit teknologi terhadap produk atau proyek infrastruktur yang masih dalam perencanaan maupun yang sudah berlangsung.
Langkah tersebut juga bisa memperluas lapangan kerja untuk penduduk lokal, menumbuhkan industri lokal serta melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan dan sosial. (*)
Arif Minardi, Aktivis Serikat Pekerja, Anggota LKS Tripartit Nasional.