Raya, Bukti Nyata Potret Buram Penanganan Kesehatan di Negeri Ini

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Selasa 26 Agu 2025, 18:01 WIB
Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)

Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)

Maafkan orang tuamu ya nak, yang enggak bisa mengurus raya dengan benar sejak bayi, yang membiarkan raya bayi selalu bermain tanah di kolong rumah panggung raya, bersama ayam-ayam dan banyak kotoran lain yang kemudian terbawa masuk ke tubuh raya selang 4 tahun raya hidup. Maafkan pemerintah negeri ini ya nak, yang tidak bisa cepat tanggap melihat rakyat yang menderita seperti ini. Dan maafkan kami juga ya nak, yang terlambat tahu tentang penderitaan raya. Raya udah bahagia kan sekarang ? udah enggak kesakitan lagi.

Sebuah video berdurasi 9 menit 9 detik yang sudah diposting oleh Instagram @rumah_teduh_sahabat_iin, membuat hati saya tercabik-cabik, meringis kesakitan, penuh perasaan sesak yang menghimpit dada.

Betapa mirisnya negeri ini, negeri yang baru saja merayakan kemerdekaan yang ke-80 ini. Penuh euforia dengan jajaran para pemangku negara yang berjoget ria saat selesai melaksanakan upacara. Penuh girang hingga menari-nari saat mereka (para anggota dewan) selesai menghadiri sidang tahunan MPR.

Mendengar pidato Prabowo yang katanya sudah membawa nakhoda pembangunan selama 10 bulan dengan on the track, baik perihal swasembada, baik perihal penegakan hukum, baik perihal "kesejahteraan rakyat", baik perihal makanan bergizi dan lain sebagainya. Katanya ini adalah bentuk kegembiraan kawan-kawan.

Kesejahteraan mana yang dimaksud? Video di atas justru menjadi cuplikan nyata bagaimana kondisi masyarakat yang terabaikan negeri ini. Bagaimana sistem birokrasi mempersulit masyarakat untuk mendapatkan fasilitas pelayanan baik kesehatan atau data kependudukan. Bagaimana sistem yang nir empati di negeri ini mengombang-ambing kehidupan yang sedang berada di ambang batas.

Raya seorang balita yang baru berusia 4 tahun yang berasal dari Kampung Padangenyang Desa Sianaga di pelosok Sukabumi Jawa Barat. Seorang balita yang kurang beruntung karena hidup pada garis kemiskinan. Diurus oleh seorang ibu yang ternyata memiliki kesehatan mental (ODGJ, nenek buyut yang sudah tua renta juga ketidakberdayaan sang Ayah yang sedang mengidap TBC. Raya adalah salah satu bentuk nyata buramnya potret kesehatan di Indonesia.

Kilas Balik Raya Memperjuangkan Hidupnya

Minggu, 13 Juli 2025, Rumah Teduh Teh Iin mendapat laporan dari call center ambulan tentang kondisi raya dan saat dijemput kondisinya sudah tidak sadarkan diri. Di tengah akses jalan yang sulit karena infrastruktur yang rusak, Rumah Teduh membawa raya ke IGD RSUD dan pihak rumah sakit segera memasukan raya ke ruangan PICU. Bentuk penanganan dengan respon yang baik untuk ukuran RSUD.

Rumah Teduh baru menyadari bahwa raya ternyata tidak memiliki kartu identitas yang secara otomatis tidak memiliki kartu BPJS baik bantuan pemerintah apalagi mandiri. Rumah Teduh menjaminkan raya ke bagian administrasi dan pihak rumah sakit memberikan waktu 3x 24 jam untuk mengurus kartu identitas dan kartu BPJS dengan catatan jika melampaui waktu yang telah disepakati, maka administrasi raya akan dihitung sebagai pasien dengan pembayaran tunai.

Dalam waktu yang singkat relawan Rumah Teduh berusaha mencari bantuan dana untuk raya. Mirisnya relawan tersebut di ombang-ambing oleh para aparat setempat, mulai dari Dinsos Kota ke Dinsos Kabupaten, Sampai Dinsos Kabupaten ke Kabid Limjansos, dari Kabid Limjansos ke Dinas Kesehatan Sukabumi dan kemudian mendapatkan pernyataan sebagai berikut:

Dinkes kabupaten tidak memiliki anggaran dan MOU dengan RSUD kota. Dan bahkan dinkes memberikan solusi agar raya yang sudah berhari-hari dalam keadaan koma dipindahkan saja ke rumah sakit Jampang.

Namun bagaimana Rumah Teduh bisa mengikuti saran dari Dinkes Kabupaten yang meminta raya dipindahkan ke rumah sakit yang lebih kecil di Jampang. Di mana kondisi raya sudah kritis dan bahkan RSUD Kota Sukabumi sebagai rumah sakit yang lebih besar kewalahan menangani kasus raya.

Rabu, 16 Juli 2025 batas yang diberikan oleh RSUD sudah habis namun bantuan dari pemerintah tak kunjung datang. Tidak ada satu pun pihak dari dinas yang tersentuh melihat kondisi yang dialami oleh raya.

Padahal Rumah Teduh sudah menunjukan ke berbagai aparat setempat terkait CT-Scan dan rontgen raya yang menunjukkan ratusan cacing sudah bersemayam dalam kepalanya. Rumah Teduh menunjukkan bagaimana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik secara langsung dari hidungnya.

Bagaimana cacing yang masih hidup keluar juga dari mulut raya. Rumah Teduh menunjukkan bagaimana ratusan cacing keluar dari kemaluan dan anus raya. Rumah Teduh menunjukkan kondisi raya sudah kritis dan bahkan 1 kg cacing yang dikeluarkan dari tubuhnya tidak juga kunjung habis.

Kondisi Cacing dalam Pampers Raya (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)
Kondisi Cacing dalam Pampers Raya (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)

Pada akhirnya tagihan harus dibayar secara tunai dan Rumah Teduh menanggung biaya perawatan raya selama 3 hari sebesar Rp.11.669.950. Sebetulnya ini juga tidak mudah, terlebih Rumah Teduh juga memiliki operasional yang besar untuk membayar kontrakan yang disewa oleh 21 Rumah Teduh yang tersebar di berbagai kota.

Namun karena tidak ada satupun dari pihak pemerintah yang bersedia bertanggung jawab, Rumah Teduh turut mengambil tanggung jawab tersebut.

Bahkan setelah raya meninggal tagihan yang mesti dibayar berkisar 23 juta. Meski demikian pihak Rumah Teduh tidak pernah menyesalinya karena sudah berusaha sampai batas maksimal kehidupan raya.

Pada akhirnya raya menyerah kepada Panggilan-Nya, berpulang pada Kamis sore, 22 Juli 2025 setelah 9 hari mendapatkan perawatan secara intensif. Raya seorang balita yang bahkan belum tahu apa makna sebuah kehidupan. Tapi kehidupannya sendiri sudah dirampas kejam oleh garis kemiskinan. Bahkan ketika masih memiliki kesempatan untuk hidup, orang sekitar, kerabatnya dan aparat setempat justru mengabaikan raya, seolah satu nyawa bernama raya ini tidak berarti keberadaannya.

Bukti Nyata Hak Kesehatan Belum Merata

Kesehatan masyarakat menjadi penyirat bagaimana bobroknya kondisi ekonomi sebuah negara. Kesehatan tidak hanya mahal karena harga obat yang melambung tinggi, perawatan yang bisa menyentuh belasan hingga ratusan juta tapi juga karena sistem birokrasi yang kerap kali mempersulit administrasi serta penanganan berkelanjutan.

Kondisi ekonomi keluarga raya yang kurang dari kata cukup, membuat raya sempat di bawa ke gunung untuk mencari kayu bakar, saat usianya masih 2 bulan. Kondisi rumah raya tampak seperti rumah panggung yang terbuat dari GRC. Jauh dari kata layak karena fasilitas MCK yang ala kadarnya. Bahkan raya bayi hidup berdampingan dengan tanah, peliharaan ayam juga kotoran lainnya yang secara tidak langsung berpotensi masuk ke dalam tubuhnya.

Kondisi ayah raya yang mengidap TBC seharusnya mendapatkan pengobatan secara intensif selama 6-9 bulan tergantung dengan tingkat keparahan penyakit. Saya pernah memiliki teman seorang Apoteker yang bertugas di Puskemas di Kab. Bandung.

Teman saya sempat bercerita bagaimana para tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas tersebut bekerja sama untuk memantau, memberikan edukasi, membujuk hingga melakukan tahap pendampingan bagi warga sekitar yang terjangkit penyakit TBC.

Saya berpikir awalnya penyakit TBC itu penanganannya ringan, asal meminum obat secara rutin dan memulai gaya hidup sehat, semuanya akan selesai dan kembali lagi normal. Namun ternyata pemikiran saya keliru, justru TBC merupakan penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Bukan karena obatnya tidak manjur tapi efek yang ditimbulkan pasien setelah mengkonsumsi yang justru menjadi permasalahan baru.

Bayangkan ketika seseorang harus mengkonsumsi 4 macam obat dalam sehari dengan aroma yang kurang sedap juga bisa merubah warna air liur dan air seni menjadi merah. Obat yang secara rutin harus dikonsumsi setiap hari tanpa ada waktu yang terlupa. Jika lupa atau terlewat maka pasien harus mengulangi pengobatan dari awal. Kasus ini memperlihatkan bahwa pasien yang sedang sakit, mau tidak mau mesti disiplin.

Permasalahan baru dari efek samping konsumsi obat TBC adalah rentan mengalami kesehatan mental seperti, rasa cemas, depresi, perasaan putus asa, ketidakberdayaan mental akibat diagnosa penyakit kronis serta stigma sosial buruk yang disematkan masyarakat terhadap pasien pengidap TBC.

Bahkan Apoteker yang saya kenal menceritakan ada beberapa kasus pasien TBC yang meninggal dengan cara mengakhiri hidupnya karena tidak mendapat dukungan moral dari keluarga, lingkungan sekitar serta dampingan dari pihak tenaga kesehatan yang memantau perkembangan keteraturan konsumsi obat.

Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)
Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)

Sebetulnya rumah berbahan dasar GRC tidak secara langsung bisa menyebabkan penyakit TBC, karena penyebab terbesarnya adalah Mycrobacterium Tuberculosis. Namun kondisi lingkungan rumah yang buruk seperti teralu lembab, gelap dan kurangnya sirkulasi udara dapat membuat bakteri tersebut bertahan hidup lebih lama dan meningkatkan resiko penularan.

Saya tidak tahu persis kenapa ayah raya tidak mendapatkan pengobatan atau perhatian dari fasilitas kesehatan setempat. Sementara di sisi lain, bidan setempat mengaku sering memberikan obat cacing secara rutin kepada raya dan anak kecil setempat selama 2x dalam setahun. Bahkan Bidan setempat mengaku selalu memprioritaskan bantuan susu dan makanan yang diberikan pemerintah untuk raya.

Hanya saja tidak ada informasi khusus yang menjelaskan, apakah obat cacing tersebut dipastikan dikonsumsi raya atau tidak. Mengingat kondisi ibunya yang memiliki keterbatasan bersikap rasional karena kesehatan mental yang dideritanya. Juga menjadi pertanyaan kembali, ketika beberapa kali petugas kesehatan datang ke rumah raya tapi justru kondisi ayahnya luput dari pemantauan petugas kesehatan setempat.

Bahkan menurut Yanyan Rusyandi selaku PLT Dirut RSUD R Syamsudin penyebab penyakit pada raya bisa disebabkan oleh adanya meningitis TB (Kondisi radang pada selaput otak) yang disebabkan oleh adanya TBC selain karena penyebab utamanya dari infeksi cacing gelang.

KDM Menyoroti Kinerja Aparat dan Dinas Setempat

Setelah viralnya video yang diunggah oleh Rumah Teduh pada tanggal 14 Agustus 2025, ternyata berita ini sampai ke telinga KDM. Dalam sebuah video yang ditayangkan beberapa media KDM terlihat menyampaikan bela sungkawa sambil sesekali menangis sesak menceritakan ketanggapan dinas setempat dalam menanggulangi kasus raya.

Dalam video yang berdurasi kurang lebih 2 menit KDM memberikan sanksi dengan memberhentikan bantuan desa karena disinyalir aparat setempat tidak bisa mengurus rakyatnya. Bahkan kepala desa setempat yang juga mengaku sebagai bagian dari keluarga ayah raya, justru mengaku tidak mengetahui jika raya menjangkit penyakit tersebut. Menjadi fenomena miris untuk raya, bahkan orang-orang sekitarnya abai terhadap penderitaan raya.

Saat diwawancarai oleh Kompas Tv Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (dr. Vini Adian) mengaku pemerintah provinsi Jawa Barat sudah banyak memfasilitasi dinas kota/ kabupaten. Bahkan pihak terkait sudah menyimpan dan menyiapkan dana SKTM yang tidak tercover oleh BPJS untuk masyarakat miskin.

Pihaknya mengaku dinas mengeluarkan dana sebesar 1.2 Triliun tiap tahun untuk membantu pemenuhan BPJS kota dan kabupaten serta pembayaran diluar BPJS.

Namun Teh Iin selaku aktivis kemanusian sekaligus founder Rumah Teduh menanggapi pernyataan ketua dinkes yang disinyalir pernyataan tersebut tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di lapangan.

Mau nangis saya nih dok, kan dokter bilang harusnya memberitahu, kan saya sudah memberitahu kemana-mana. Saya sudah tunjukan video-video ekstrimnya dan bahkan kita meminta nomor pimpinan kadinkesnya, kita chat kita telepon tidak diangkat-angkat. Seharusnya pihak terkait jika punya dana , urc atau apapun itu bisa merespon dan mengarahkan kita. Bahkan terakhir yang bikin saya nyesek ketika dinkes menyarankan agar raya dipindahkan ke kabupaten. Sementara raya sudah di PICU alasannya tidak memiliki MOU dengan rumah sakit kota. Kita berpikir raya harusnya masuk ke rumah sakit yang besar bukan di Jampang. Jadi kalau dokter bilang kenapa teh Iin ga ngontak, kan sudah setiap pihak kita kontak. Hingga pada akhirnya mereka bilang maaf ya keputusan bukan ada di kita dan maaf maaf yang lainnya

Kondisi di atas menyiratkan bahwa birokrasi seringkali menghambat pelayanan kesehatan di negeri ini. Hal ini diperparah dengan komunikasi yang buruk antara dinas terkait.

Beberapa tahun ke belakang saya juga sempat memiliki pengalaman dengan dinas kesehatan terkait di kota Bandung saat memperpanjang STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) dan SIP (Surat Izin Kerja). Saat itu surat tersebut membutuhkan tanda tangan pejabat dinas terkait.

Saya sempat bolak-balik karena dijanjikan selesai pada beberapa waktu tapi setiap kali saya datang, petugas setempat selalu membuat jadwal ulang pengambilan surat tersebut. Alasannya surat bersangkutan belum ditandatangan karena petugas terkait sedang dinas di luar kantor.

Belum lagi kasus perihal perizinan fasilitas kesehatan berupa apotek juga seringkali mengalami hal yang demikian. Pengaju seringkali bolak-balik untuk menambahkan persyaratan yang tak kunjung berakhir.

Sekelas fasilitas berupa apotek yang dananya saja dikeluarkan oleh pihak pribadi masih juga dipersulit. Padahal apotek sendiri di masa depan akan menjadi penyumbang pajak bagi negara. Untuk hal yang bersifat tidak merugikan pemerintah pun, birokrasi tetap mempersulit. Apalagi jika masalah terkait membutuhkan dana bantuan langsung dari pemerintah, tak heran jika kasus raya luput dari perhatian.

Sebagaimana yang KDM sampaikan bahwa adanya kegagalan pelayanan dasar kesehatan dalam kasus ini. Kritik sebelumnya yang pernah saya tulis perihal kehadiran apotek desa yang menjadi program koperasi merah putih justru menjadi relevan ketika keberadaannya bukan menjadi solusi efektif yang ada untuk masyarakat.

Seharusnya pemerintah memaksimalkan peran puskesmas dan posyandu yang ada untuk memantau secara langsung kondisi masyarakat tiap desa atau kota. Bukan mendirikan atau memperbanyak fasilitas baru yang fungsinya justru tidak relevan dengan masalah yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Menilik kasus raya, ini sudah menjadi sebuah fakta bahwa peran puskesmas dan posyandu setempat belum berjalan sebagaimana mestinya.

Seharusnya dana yang bisa digelontorkan pemerintah melalui apotek desa bisa disalurkan untuk fasilitas rakyat setempat dalam meningkatkan taraf hidup kesehatan yang lebih sejahtera. Melalui dana yang bisa dimaksimalkan dan diolah secara tepat oleh puskesmas dan posyandu setempat demi kebermanfaatan masyarakat. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 26 Agu 2025, 20:06 WIB

Blunder Pratikno sambil Cengengesan: Saya Agak Ngantuk

Gaya Bahasa Para Pemangku Kebijakan seringkali menjadi sorotan masyarakat.
Menteri Kemenko PMK, Pratikno. (Sumber: Kemenko PMK)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 18:16 WIB

Dari Tradisi ke Prestasi, Long Qing dan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya

Bertahan dengan seni tradisional, kelompok barongsai Long Qing membuktikan bahwa budaya bisa jadi fondasi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak luas.
Bertahan dengan seni tradisional, kelompok barongsai Long Qing membuktikan bahwa budaya bisa jadi fondasi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak luas. (Sumber: dok. kelompok barongsai Long Qing)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 18:01 WIB

Raya, Bukti Nyata Potret Buram Penanganan Kesehatan di Negeri Ini

Raya seorang balita berusia 4 tahun asal Kabupaten Sukabumi menjadi bukti nyata potret buram bagaimana penanganan kesehatan di negeri ini
Raya, balita di Sukabumi yang meninggal akibat cacingat akut. (Sumber: Screenshoot Video Rumah Teduh)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 17:07 WIB

Bayar Seikhlasnya Tak Selalu Mulus, Pelajaran dari Me Time Cafe

Membawa semangat inklusif, eksperimen berani Me Time Cafe untuk menerapkan sistem “bayar seikhlasnya” jadi batu sandungan dalam merintis bisnis kuliner.
Membawa semangat inklusif, eksperimen berani Me Time Cafe untuk menerapkan sistem “bayar seikhlasnya” jadi batu sandungan dalam merintis bisnis kuliner. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 16:00 WIB

Jati Kasilih ku Junti: Nasib Kebudayaan Sunda dari Krisis Pangan

Sebuah refleksi tentang kebudayaan Sunda yang lahir dari ladang kini tergerus.
Ilustrasi orang Sunda. (Sumber: Unsplash/Mahmur Marganti)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 15:30 WIB

Batik Tulis Kaki dan Ayu Tri Handayani, Menenun Harapan Lewat Canting di Ujung Kaki

Ayu membuktikan bahwa kreativitas dan ketekunan mampu menembus batas fisik, bahkan melahirkan karya seni yang memikat hati banyak orang.
Ketika sebagian orang melihat keterbatasan sebagai penghalang, Ayu Tri Handayani menjadikannya sebagai titik awal untuk berkarya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 14:13 WIB

Bolu Pisang Bu Wita, Oleh-Oleh Legendaris yang Jadi Buruan Pelancong di Bandung

Bandung punya banyak oleh-oleh yang selalu jadi buruan pelancong. Salah satunya adalah Bolu Pisang Bu Wita, kue berbahan dasar pisang yang kini menjadi ikon oleh-oleh khas kota kembang.
Bolu Pisang Bu Wita (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 12:11 WIB

Demi Keamanan, Jangan Asal Pilih Sepatu Gunung

Sepatu gunung berfungsi melindungi kaki sekaligus menunjang keselamatan saat mendaki atau berjalan di medan berat. Dibuat dengan material yang lebih tebal dan kuat, sepatu ini mampu melindungi kaki da
Ilustrasi Foto Sepatu Gunung. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 26 Agu 2025, 10:46 WIB

Mamata, Tas Handmade Cantik dari Limbah Kain

Bermula dari hobi merajut, Ondang Dahlia mendirikan Mamata, sebuah UMKM yang memproduksi tas ramah lingkungan berbahan kain sisa. Nama Mamata sendiri diambil dari singkatan 'mamahnya Ata', putri semat
Tas Mamata. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 10:21 WIB

63 Tahun TVRI: Antara Nostalgia dan Tantangan Relevansi

Dulu sekali, saat satu-satunya tontonan adalah TVRI, maka setiap rumah memutarnya.
Televisi Republik Indonesia (TVRI). (Sumber: TVRI)
Ayo Netizen 26 Agu 2025, 08:38 WIB

Politik Minta Maaf Berhasil Melegalkan Kesalahan para Pemangku Kebijakan

Kata maaf seolah menjadi mantra sakti bagi para pejabat yang salah berucap atau membuat kebijakan secara asal-asalan.
Bupati Pati, Sudewo (tengah). (Sumber: Humas Kabupaten Pati)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 20:20 WIB

Menyikapi Rasa Sepi yang Berujung Haus Validasi lewat Film 'Tinggal Meninggal'

Film Tinggal Meninggal menjadi repesentasi dari fenomena manusia di zaman ini.
Film Tinggal Meninggal (Sumber: Imajinari Pictures)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 18:15 WIB

Menanam Bisnis dari Tanah Kosong: Komunitas 1.000 Kebun dan Ekonomi Hijau di Bandung

Dari hasil panen, komunitas ini membangun Warung 1.000 Kebun, ruang transaksi yang menjual produk organik langsung dari tangan petani kota kepada konsumen.
Komunitas 1.000 Kebun lahir dari keresahan akan gaya hidup urban yang semakin jauh dari alam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 17:17 WIB

Myloc Coffee & Cafe: Ketika Warna, Musik, dan Rasa Menyatu di Jantung Braga

Bandung memang kota kuliner tapi Myloc menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya soal rasa tapi juga medium ekspresi hingga ruang nostalgia.
Bandung memang kota kuliner tapi Myloc menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya soal rasa tapi juga medium ekspresi hingga ruang nostalgia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 15:30 WIB

Dari Serum ke Klinik, Adeeva dan Gelombang Baru Bisnis Kecantikan di Bandung

Di tengah geliat industri kecantikan yang terus berkembang, Kota Bandung menjelma menjadi salah satu pusat tren perawatan kulit di Indonesia.
Di tengah geliat industri kecantikan yang terus berkembang, Kota Bandung menjelma menjadi salah satu pusat tren perawatan kulit di Indonesia. (Sumber: dok. Adeeva Aesthetic Clinic)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 15:29 WIB

Diajar Biantara, Ngarasa Reueus Bahasa Sunda

Sabtu Lalu perlombaan Biantara Putra (Pidato Bahasa Sunda) dalam ajang Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tingkat Kecamatan Cileunyi kelar digelar.
Poster Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang berlangsung di berbagai daerah. (Sumber: Youtube/Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 14:34 WIB

Menilik Kasus Pernikahan Anak KDM: Hukum Tajam ke Bawah dan Tumpul ke Atas?

Kasus hajatan Gubernur KDM yang memakan korban menggantung. Tak jelas seperti apa penyidikannya. Situasi akan beda jika rakyat biasa yang alaminya.
Tangkapan layar kekacauan pesta pernikahan anak KDM di Garut. (Sumber: Istimewa)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 13:02 WIB

Lumpia Basah Bandung, Kuliner yang Sulit Ditemukan di Kota Lain

Bandung terkenal dengan jajanan tradisional yang selalu dirindukan. Salah satunya adalah lumpia basah, kudapan sederhana dengan isian bengkuang, tauge, dan telur, dibalut kulit lembut lalu disiram sau
Ilustrasi Foto Lumpia Basah (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 25 Agu 2025, 11:44 WIB

Ngopi Sambil Menikmati Suasana Vintage di Roemah Sangrai Tua

Di tengah ramainya Dago, Bandung, ada sebuah kedai kopi baru yang sedang jadi perbincangan. Bukan semata karena racikan kopinya, melainkan suasana yang membuat siapa pun serasa melangkah mundur ke mas
Kopi di Rumah Sangrai Tua (Foto: Dok. Rumah Sangrai tua)
Ayo Netizen 25 Agu 2025, 09:48 WIB

Kritik Sosial Pram terhadap Kondisi Indonesia Era 50-an

Keterbatasan di balik jeruji dan pengasingan justru membuat Pram banyak melahirkan karya luar biasa yang bisa dinikmati.
Midah Si Gadis Bergigi Emas (Sumber: Dinas Arsip dan Perpustakaan Bandung)