Muak, Muda, dan Miskin di Bandung

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Kamis 18 Sep 2025, 17:53 WIB
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Di pemukiman sepanjang jalur rel kereta api, Jalan Jembatan Opat menembus Jalan Asih Utara, di Jalan Maleber Utara, kandang burung merpati, warung kecil, dan jemuran pakaian tak kenal siang dan malam. Di daerah padat penduduk Kiaracondong dan Babakan Ciparay, mereka yang muda berkeliaran di antara magrib menjelang isya.

Perasaan ini kadang jauh dan dekat sekaligus. Ia seketika melempar posisiku sebagai pendatang baru yang tidak bisa lancang masuk ke dunia orang begitu saja. Tapi ia juga bisa berbalik arah, tiba-tiba mendekap dan menghisapku sekencang mungkin sebagai sesama orang muda nan kecil yang hidup di pinggiran. Aku dan mereka terus berdialog lewat tatapan mata yang tajam di bawah langit Bandung.

Warung kopi yang sederhana di Gegerkalong menjual obrolan sambil lalu dan tawa. Asap rokok bergulat dengan jaringan kuota lokal, bekal kita mabar. Mataku seperti lensa kamera yang lihai tarik ulur otomatis, menyorot lanskap luar dalam, mereka dan diri sendiri. Kebebasan dan tuntutan sosial terekam saling berkelindan.

Tongkrongan alakadarnya, meski kadang jauh dari buku-buku tebal, tetap kerap menebarkan kebijaksanaan. Bahasa sehari-hari seperti “nu penting teu ngarugikeun batur” atau “nya geus, hirup-hirup manéhna ieu” berubah jadi semacam quotes ringan yang menjaga dan menghormati martabat orang lain.

Kumpulan orang muda di pinggiran nyatanya bisa merangkul siapa saja yang datang. Entah dia bertato, tukang cleaning service, marbot masjid, atau bahkan pengangguran, selalu ada petakan keramik dingin, karpet bolong, dan gelas kopi sachet yang bisa dibagi.

Nilai-nilai kemanusiaan dikunyah lewat lakon kecil keseharian, “ka batur kudu jiga ka diri sorangan”. Etika ini jadi dasar utang-piutang di circle terkecil, jadi pengaturan soal volume suara speaker di gang sempit, dan jadi norma setempat soal parkir motor di teras tetangga. Inilah patokan dasar menjadi manusia.

Menjadi orang biasa yang apa adanya memang kadang monoton. Sehari-hari kerja, seminggu sekali rebahan, sebulan sekali gajian. Tapi di sela-sela waktu itu kita bisa dapat keberuntungan yang sensasinya luar biasa, misal menemukan uang 20 ribu di saku celana sendiri.

Begitu juga tanggal tua yang menjengkelkan bisa berubah jadi penantian, sebab ada jadwal tanding Persib. Menyelingi kebuntuan, COD di Tegallega atau Bundaran Cibiru jadi andalan, charger hp, spare part motor, dan sepatu secondhand.

Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Kebanyakan mungkin lebih suka menilai orang muda itu cuek atau bahkan malas. Tapi kali ini aku mau membantahnya, bahwa sejujurnya ada rasa minder yang selalu menyesakkan dada Gen Z lulusan sekolah menengah. Hidup boleh saja di Bandung, tapi rasa kalah sudah tiba hampir menyaingi mereka yang punya garis start lebih depan. Bandung sudah terlalu berlari cepat dan jauh meninggalkan ijazah kita. 

Aku dan mereka kini berdiri pada titik temu yang sama. Perantau dan domisili asli yang pinggiran ini beranda-andai bisa kuliah, mungkin akan punya bonus empat tahun buat main-main sambil merancang peluang. Tapi nyatanya kita hanya bisa membonceng mahasiswa sebaya, mengantarkannya ke pintu gerbang masa depan yang lebih terjamin.

Dari mimpi soal kampus datanglah kecamuk moral. Pendidikan tinggi dianggap membangun peradaban, sementara kita kadung dibilang punya selera adab yang rendah. Lebih-lebih kenyataan hidup jauh dari wewarah agama. Kajian-kajian yang terkenal terlalu elit, membuat kita takut dihakimi atas nama moral publik. Diri merasa tidak layak terikat akrab dengan leci Pasteur dan jamu murahan.

Dan di situlah paradoks kesenjangan makin tampak kentara. Padahal bebasku terasa sederhana, cuma ingin mandiri secara keuangan, biar enggak selalu jadi target korban penertiban. Nongkrong di pinggir jalan rasanya muak, selalu dicurigai seakan-akan kriminal, apalagi kalau kebetulan ada patroli lewat. Rasanya kayak salah hanya karena miskin, karena enggak punya pilihan lain selain berlama-lama di emperan, trotoar, atau parkiran toko orang.

Coba kalau punya duit, mungkin bisa pindah main ke kafe, karaoke, kelab, tempat billiard, atau hotel murah yang worth it. Semua tempat hiburan yang dianggap wajar karena dibungkus modal dan status. Sama seperti para pelancong kaya raya yang bebas menikmati hiburan di kota Bandung tanpa takut disangka macam-macam. Tapi ya sudahlah, aku dan teman-teman senasib belum mampu membelinya.

Baca Juga: Representasi Kemiskinan di Indonesia, Bukan Soal Angka tapi Realitas yang Ada

Pada akhirnya, Bandung yang katanya ramah buat orang muda sebetulnya hanya menerima mereka yang lebih dari berkecukupan. Kehidupan di Bandung selalu menuntut cara bertahan yang tidak mudah. Ada gejolak batin yang sulit terungkapkan, ada kesenjangan pelik yang terus menganga, ada moral publik yang siap menghakimi kita kapan saja.

Tapi di balik semua ketakutan itu, ada juga kekuatan kecil yang terus mengalir di antara warga pinggiran. Di sinilah solidaritas tongkrongan dan etika keseharian dihidup-hidupi. Aku belajar bahwa menjadi manusia Bandung adalah tentang menjaga martabat di tengah keterbatasan, meski tafsirnya selalu menyalahi ulah dan keberadaan orang miskin.

 Bandung yang megah mungkin bukan benar-benar milik kita. Tak apa, kita akan tetap setia menjadi pemanis darinya meski hanya dari pinggiran, sambil menjaga tawa dan mimpi sederhana. Mari kita lanjut bekerja. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 18 Sep 2025, 20:46 WIB

Ketika Kuliner dan Visual Berpadu Resto Estetik Menjadi Destinasi Favorit

Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, menjadikan kafe dan restoran sebagai latar konten, ruang ekspresi, bahkan simbol gaya hidup.
Bukan sekadar tempat bersantap, resto estetik kini menjadi destinasi wisata tersendiri. (Sumber: Instagram @Teuan.id)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 20:01 WIB

Filsafat Seni Islam

Tak ada salahnya membicarakan filsafat seni dalam agama Islam.
Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 19:15 WIB

Komunitas Semut Foto Membangun Ekosistem Kreatif yang Menggerakkan Peluang Bisnis

Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual.
Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 18:14 WIB

Geliat Industri Printing IKM Jawa Barat di Tengah Ekonomi Lesu: Antara Inovasi dan Ketahanan

Di tengah bayang-bayang pelemahan ekonomi nasional, geliat industri printing skala kecil dan menengah (IKM) di Jawa Barat justru menunjukkan ketahanan.
Permintaan terhadap produk custom printing, print-on-demand, dan desain ramah lingkungan terus meningkat, membuka peluang baru bagi pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren pasar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 17:53 WIB

Muak, Muda, dan Miskin di Bandung

Bandung berlari cepat sementara kita tertinggal.
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 14:34 WIB

Nostalgia Kaulinan Urang Sunda Zaman Baheula

Beberapa permainan anak di zaman dulu memiliki banyak manfaat untuk melatih daya sensorik dan motorik juga membangun kerjasama dan strategi.
Siswa mengikuti kegiatan permainan tradisional di SDN 164 Karangpawulang, Jalan Karawitan, Kota Bandung, Kamis 5 Desember 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 18 Sep 2025, 13:18 WIB

Sejarah Bandung dari Kinderkerkhof sampai Parijs van Java

Tak banyak yang tahu, sejarah Bandung pernah identik dengan kuburan anak-anak Belanda. Lalu bagaimana ia bisa disebut Parijs van Java?
Lukisan Situ Patenggang Ciwidey di Kabupaten Bandung karya Franz Wilhelm Junghuhn tahun 1856. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Someah, Seunggah, jeung Bangkawarah

Yang paling seunggah saat menerima tamu, terutama geugeuden, ingin  menghidangkan bakakak, padahal waktunya mendadak. Alih-alih sidak!
Kirab Budaya Hari Jadi Ke-80 Provinsi Jawa Barat ini diikuti sedikitnya 250 peserta dari 27 kabupaten/kota. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Peran Jaket Riding Saat Motoran, Bukan Hanya Cegah Masuk Angin

Jaket riding adalah perlengkapan penting bagi pengendara motor yang dirancang khusus untuk memberikan perlindungan sekaligus kenyamanan selama berkendara. Fungsinya tidak hanya sebagai penahan angin
Ilustrasi Jaket Riding. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 10:17 WIB

Si Cantik Boemi Tirta, Kain Lukis Asal Bandung yang Menembus Dunia

Boemi Tirta berdiri atas gagasan Enneu Herliani (52), seorang perempuan yang menyalurkan hobi melukis menjadi bisnis kreatif. Sebelum meluncurkan merek ini, Enneu lebih dulu dikenal lewat Rumah Sandal
Produk Kain Lukis Boemi Tirta. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 09:34 WIB

Kedai Mochilok, Tempat Jajan Cilok Kekinian yang Bikin Kamu Ketagihan

Di Bandung ada banyak tempat makan unik, salah satunya Mochilok. Kedai ini merupakan sebuah tempat yang menyajikan cilok versi modern.
Makanan Tradisional Cilok (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 09:03 WIB

Pentingnya Revitalisasi Sekolah demi Peningkatan Layanan Pendidikan

Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)
Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 20:02 WIB

Elipsis ... Cara Pakai Tiga Titik sebagai Tanda Baca

Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan.
Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan. (Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 18:14 WIB

Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Dari Charlie Chaplin sampai fotografer Thilly Weissenborn, banyak dituding pencetus Swiss van Java. Tapi siapa yang sebenarnya?
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 18:12 WIB

Jejak Rasa Kota Kembang: Menyelami Sejarah dan Tantangan Kuliner Legendaris Bandung

Bicara Bandung bukan hanya udara sejuk dan panorama pegunungan yang memikat, tapi juga salah satu pusat kreativitas dunia kuliner yang tumbuh subur.
Setiap jajanan legendaris Bandung menyimpan jejak sejarah, budaya, dan perjuangan para pelaku UMKM. (Sumber: Instagram @batagor_riri)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 16:26 WIB

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya.
Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 16:07 WIB

Kadedemes, dari Krisis Pangan menuju Hidangan Penuh Makna

Kadedemes adalah olahan makanan yang berasal dari kulit singkong.
Kadedemes Kuliner Warisan Suku Sunda (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)