Mengapa Tidak Satu pun dari Bandung Raya Masuk 10 Besar UI GreenCity Metrics 2025?

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Senin 20 Okt 2025, 07:40 WIB
Dago, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Dago, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Bandung Raya, kawasan metropolitan yang membentang dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, hingga Cimahi, sejak lama dikenal sebagai wilayah dengan lanskap yang memesona.

Dikelilingi pegunungan, beriklim sejuk, dan memiliki sejarah panjang dalam perencanaan kota tropis, kawasan ini seharusnya menjadi kandidat kuat untuk menempati posisi puncak dalam pemeringkatan UI GreenCity Metrics 2025, hal ini merupakan sebuah inisiatif yang menilai kinerja keberlanjutan kota berdasarkan enam dimensi yaitu tata guna lahan dan infrastruktur, energi dan mitigasi perubahan iklim, pengelolaan limbah, pengelolaan air, transportasi dan mobilitas, serta pendidikan dan kesadaran masyarakat.

Namun kenyataannya, tak satu pun kota atau kabupaten di Bandung Raya berhasil menembus 10 besar peringkat nasional tahun 2025. Padahal di sisi lain, kota-kota seperti Surabaya, Denpasar, dan Balikpapan justru konsisten berada di papan atas. Ketimpangan ini bukan sekadar angka di tabel pemeringkatan, tetapi potret bahwa Bandung Raya sedang berada di persimpangan antara idealisme hijau dan realitas urban yang terus menekan daya dukung lingkungannya.

Mengapa kawasan yang identik dengan kreativitas, inovasi, dan sejarah pergerakan ini justru tertinggal dalam kompetisi keberlanjutan kota?

Keterputusan Visi Antarwilayah

Sejumlah pengunjung bermain di Taman Alun-Alun Bandung, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Sejumlah pengunjung bermain di Taman Alun-Alun Bandung, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Sabtu 5 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Salah satu kunci penilaian GreenCity Metrics adalah adanya citywide approach, hal ini melihat sejauh mana pemerintah daerah membangun integrasi lintas sektor dan wilayah dalam mengelola lingkungan hidup.

Di sinilah titik lemah Bandung Raya. Kota Bandung mungkin memiliki visi “Bandung Utama” dengan semangat smart dan green city, namun Kabupaten Bandung dan Bandung Barat membawa prioritas yang berbeda, cenderung pragmatis pada kebutuhan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi.

Koordinasi antardaerah dalam kawasan metropolitan ini masih bersifat event-based yang muncul ketika ada program nasional atau kompetisi, namun tak berlanjut menjadi sistem kolaboratif yang berkelanjutan. Isu transportasi publik misalnya, dikelola secara terpisah, Kota Bandung mengembangkan sistem bus listrik, sementara Kabupaten Bandung berjuang menata angkot.

Padahal, tanpa integrasi antarwilayah, upaya pengurangan emisi dan efisiensi energi sulit tercapai secara sistemik. UI GreenCity Metrics menilai koordinasi semacam ini sebagai indikator kunci dalam dimensi tata guna lahan dan transportasi berkelanjutan. Ketika koordinasi minim, skor pun ikut merosot.

Bandung Raya ibarat rumah besar dengan empat kamar yang indah, tapi tiap kamar sibuk menata diri sendiri tanpa memperhatikan atap yang bocor.

Pertumbuhan Kota yang Tidak Terkendali

Selama dua dekade terakhir, Bandung Raya menghadapi tekanan urbanisasi yang masif. Data BPS menunjukkan bahwa populasi gabungan keempat wilayahnya kini melampaui 8 juta jiwa. Pertumbuhan ini diiringi oleh ekspansi kawasan perumahan, industri, dan komersial yang menekan ruang terbuka hijau (RTH).

Kota Bandung, misalnya, hanya memiliki sekitar 12 persen RTH publik dari total luas wilayahnya, capaian ini jauh di bawah target nasional 30 persen. Kabupaten Bandung Barat pun menghadapi deforestasi mikro akibat maraknya alih fungsi lahan di kawasan Lembang dan Padalarang.

Dalam konteks GreenCity Metrics, kondisi ini berdampak langsung pada dimensi land use and infrastructure, yang menilai keseimbangan antara ruang hijau dan ruang terbangun. Kota-kota seperti Denpasar dan Balikpapan unggul karena mampu menahan laju urbanisasi sekaligus memperkuat fungsi ekologis ruang publiknya. Sementara Bandung Raya terjebak dalam paradoks: semakin banyak proyek revitalisasi taman dan trotoar di pusat kota, tetapi ruang hijau di pinggiran justru terus tergerus.

Di atas kertas, program “Citarum Harum” menjadi salah satu kebijakan ikonik yang seharusnya mendongkrak citra hijau Jawa Barat. Namun dalam praktiknya, penanganan sungai ini belum menyentuh dimensi tata kelola air perkotaan secara utuh. Sampah rumah tangga, limbah domestik, hingga sedimentasi masih menjadi persoalan sehari-hari. Hasilnya, skor Bandung Raya di dimensi water management tetap tertinggal jauh dari kota-kota pesisir yang lebih terorganisir.

Ketimpangan Antara Inovasi dan Implementasi

Suasana Dayeuhkolot saat ini yang sering dilanda banjir besar saban musim hujan. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Suasana Dayeuhkolot saat ini yang sering dilanda banjir besar saban musim hujan. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Bandung dikenal sebagai kota inovasi. Banyak kampus dan komunitas kreatif yang melahirkan ide-ide urban hijau seperti taman tematik, pengelolaan sampah digital, hingga konsep eco-village. Namun, dalam konteks GreenCity Metrics, inovasi semata tidak cukup.

Penilaian UI GreenCity menekankan bukti konkret, indikator kuantitatif, serta konsistensi implementasi kebijakan. Kota Bandung kerap unggul dalam presentasi konsep, tetapi tertinggal dalam dokumentasi dan bukti terukur. Misalnya, proyek transportasi listrik belum memiliki data valid tentang dampak penurunan emisi COâ‚‚, sehingga tidak bisa diakui sebagai capaian dalam indikator energi dan mitigasi iklim.

Inilah yang menjelaskan mengapa banyak kota besar yang lebih “senyap” justru bisa menyalip Bandung Raya. Surabaya misalnya, memiliki sistem waste-to-energy yang terukur dan terdokumentasi baik, dengan pengelolaan bank sampah di 500 lebih titik. Sementara Bandung masih bergulat dengan krisis TPA Sarimukti dan tumpukan sampah di bantaran sungai. Ketika data dan kebijakan tidak berjalan seirama, keberlanjutan hanya menjadi jargon.

Keterbatasan bukti administrasi dan sistem pelaporan juga menjadi tantangan. Berdasarkan template evidence yang digunakan dalam penilaian UI GreenCity, setiap kota harus menyiapkan dokumen pendukung mulai dari rencana aksi, laporan emisi, hingga dokumentasi foto lapangan. Banyak pemerintah daerah yang gagal bukan karena tidak memiliki program, tetapi karena tidak siap dengan evidence-based reporting. Bandung Raya pun tidak luput dari masalah ini.

Edukasi Lingkungan Belum Menjadi Gerakan Sosial

Dimensi terakhir dalam GreenCity Metrics yaitu pendidikan dan kesadaran masyarakat, hal ini menjadi cermin sejati dari budaya kota. Di Bandung Raya, edukasi lingkungan sering kali berhenti di tataran kampanye musiman seperti lomba kebersihan, penghijauan sekolah, atau festival lingkungan. Padahal kota yang berkelanjutan menuntut perubahan perilaku warga secara kolektif dan berkelanjutan.

Program pemilahan sampah rumah tangga misalnya, belum benar-benar menjadi kebiasaan. Transportasi publik masih dianggap opsi terakhir, bukan pilihan sadar. Kesadaran warga untuk mengurangi konsumsi energi juga masih rendah. Dalam hal ini, Bandung Raya kalah jauh dibandingkan kota-kota seperti Denpasar yang memiliki kurikulum lingkungan sejak sekolah dasar, atau Balikpapan yang melibatkan komunitas warga dalam pengawasan drainase dan kebersihan sungai.

Kesadaran ekologis bukan hanya soal regulasi, tetapi budaya. Dan Bandung, dengan segala potensi kreativitasnya, justru kehilangan momentum untuk menjadikan isu hijau sebagai bagian dari gaya hidup urban baru. GreenCity Metrics menilai hal-hal seperti ini bukan dari seberapa besar kampanye dilakukan, tetapi dari sejauh mana warga terlibat dalam praktik nyata.

Momentum untuk Berbenah

Transportasi umum di Kota Bandung yang murah, nyaman, dan terintegrasi sangat dibutuhkan warganya dalam mendukung aktivitas sehari-hari. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Transportasi umum di Kota Bandung yang murah, nyaman, dan terintegrasi sangat dibutuhkan warganya dalam mendukung aktivitas sehari-hari. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Ketertinggalan Bandung Raya dalam peringkat GreenCity Metrics seharusnya tidak dibaca sebagai kegagalan, melainkan peringatan. Indeks ini memberi cermin bahwa pembangunan kota kini tak lagi cukup diukur dari pertumbuhan ekonomi atau infrastruktur, melainkan dari daya tahan ekologisnya. Bandung Raya perlu menggeser paradigma pembangunan dari “kota yang keren” menjadi “kota yang bertahan”.

Artinya, perlu ada perubahan pada tiga lapis utama yaitu tata kelola kawasan metropolitan yang integratif, kebijakan berbasis data dan bukti nyata, serta transformasi budaya warga. Pemerintah daerah perlu membangun sistem pelaporan lingkungan terpadu antarwilayah, memperkuat jejaring akademik untuk riset data emisi dan energi, serta menghidupkan kembali peran masyarakat dalam pengawasan lingkungan. Tanpa itu, kota ini akan terus bergerak cepat, tetapi menuju arah yang salah.

UI GreenCity Metrics bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan panggilan untuk introspeksi dalam memandang sejauh mana kota kita siap menghadapi masa depan yang semakin panas, padat, dan tidak pasti. Bandung Raya, dengan seluruh sejarah dan kecerdasan warganya, punya semua bahan untuk bangkit. Tapi seperti halnya gunung yang mengelilinginya, keindahan tidak cukup, yang dibutuhkan adalah keteguhan menjaga keseimbangan.

Bandung pernah menjadi simbol kemajuan dan perlawanan terhadap ketimpangan. Kini, tantangan baru hadir dalam bentuk lain yaitu menjaga kelestarian di tengah tekanan urban. Kegagalan masuk 10 besar UI GreenCity Metrics 2025 seharusnya tidak membuat Bandung Raya kecil hati, tetapi sadar diri. Sebab kota hijau bukan dibangun dari penghargaan, melainkan dari kebiasaan seperti dari keputusan kecil warga yang memilih berjalan kaki, menanam pohon, dan memilah sampahnya sendiri.

Bandung Raya masih punya waktu untuk menulis ulang kisahnya. Bukan sebagai kota yang pernah hijau, tapi sebagai kota yang memilih untuk hijau lagi, dan selamanya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 20 Okt 2025, 11:20 WIB

Permasalahan Sampah Styrofoam di Kota Bandung

Bandung yang pernah dinobatkan sebagai pionir di Indonesia dalam pelarangan penggunaan styrofoam, justru fakta berkata lain saat ini.
Ilustrasi Lautan Sampah Styrofoam (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 20 Okt 2025, 10:13 WIB

Ayah yang Hilang, Sistem yang Salah: Menelisik Fenomena Fatherless

Ketidakhadiran ayah bukan semata masalah rumah tangga, tapi cermin dari tatanan ekonomi dan budaya yang salah arah.
fatherless, ketiadaan figur ayah, baik secara fisik maupun psikis, dan kini menjadi masalah sosial yang semakin meluas di Indonesia. (Sumber: Pexels/Duy Nguyen)
Ayo Netizen 20 Okt 2025, 09:43 WIB

Seiji Takaiwa, Sosok di Balik Kostum Legendaris Kamen Rider dan Super Sentai

Membahas perjalanan aktor dan stuntman bernama Seiji Takaiwa yang sudah menjadi stuntman dalam serial Kamen Rider dan Super Sentai.
Seiji Takaiwa. (Sumber: Instagram/KAMEN RIDER BLACK/RX)
Ayo Netizen 20 Okt 2025, 07:40 WIB

Mengapa Tidak Satu pun dari Bandung Raya Masuk 10 Besar UI GreenCity Metrics 2025?

Bandung Raya gagal menembus 10 besar UI GreenCity Metrics 2025 karena lemahnya berbagai faktor penting.
Dago, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 19:51 WIB

Bandung dan Gagalnya Imajinasi Kota Hijau

Menjadi kota hijau bukan sekadar soal taman dan sampah, tapi krisis cara berpikir dan budaya ekologis yang tak berakar.
Taman Film di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 18:34 WIB

Ketika Layar Mengaburkan Hati Nurani: Belajar dari Filsuf Hume di Era Society 5.0

Mengekpresikan bagaimana tantangan prinsip moral David Hume di tengah-tengah perkembangan tekonologi yang pesat.
Pengguna telepon pintar. (Sumber: Pexels/Gioele Gatto)
Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)