Menimbang Masa Depan Akal Imitisasi dari Perspektif Filsafat

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Minggu 27 Jul 2025, 16:27 WIB
Buku 19 Narasi Besar Akal Imitasi. (Sumber: ITB Press)

Buku 19 Narasi Besar Akal Imitasi. (Sumber: ITB Press)

Apakah kecerdasan buatan akan menjadi berkah atau bencana? Apakah kita sedang menciptakan alat bantu atau calon pengganti manusia itu sendiri?

Buku 19 Narasi Besar Akal Imitasi hadir sebagai undangan terbuka untuk merenungkan ulang arah perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang kini kian membaur dalam hidup sehari hari.

Ditulis dengan pendekatan naratif dan filosofis, buku ini membagi gagasan besarnya ke dalam tiga kelompok utama yaitu narasi optimis, narasi kritis, dan narasi alternatif.

Narasi optimis membuka pembahasan dengan penuh harapan terhadap masa depan Artificial Intelligence (AI). Tokoh tokoh seperti Ray Kurzweil, Nick Bostrom, Andreessen, hingga Anderson menarasikan AI sebagai penolong manusia.

AI dipercaya mampu memperpanjang usia, menambah kecerdasan, bahkan membawa umat manusia menuju kehidupan yang lebih spiritual.

Dalam bayangan mereka, AI akan menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih terang, efisien, dan tanpa batas. Pandangan seperti ini sangat kuat dalam narasi perusahaan teknologi global dan disambut baik oleh media arus utama.

Namun di tengah optimisme itu, buku ini juga menghadirkan narasi kritis yang layak direnungkan. Tokoh seperti Geoffrey Hinton, Yuval Noah Harari, hingga Habermas dan Frankfurt School mengingatkan bahwa AI juga menyimpan potensi bahaya serius.

Dari bahaya eksploitasi data hingga ancaman ketimpangan sosial yang makin melebar, narasi ini hadir untuk mengimbangi kegembiraan berlebih yang kerap menyertai setiap peluncuran teknologi baru.

Geoffrey Hinton misalnya menyebut AI sebagai bom atom kemanusiaan karena kekuatannya yang besar namun sulit dikendalikan. Sementara Harari memperingatkan soal oligarki algoritma yang dapat mengikis demokrasi dan kemanusiaan.

Pada bagian terakhir, narasi alternatif menjadi ruang tafsir paling reflektif dalam buku ini.

Berbasis pemikiran tokoh tokoh seperti Noam Chomsky, Derrida, Yuk Hui, Bernard Stiegler, dan Jalaluddin Rakhmat, pembaca diajak memandang AI dari perspektif budaya, bahasa, spiritualitas, hingga filsafat hermeneutika.

Artificial Intelligence (AI) dan Coding menjadi bagian penting yang bisa mengubah cara kita belajar, bermain, bahkan bekerja. (Sumber: Unsplash/BoliviaInteligente)
Artificial Intelligence (AI) dan Coding menjadi bagian penting yang bisa mengubah cara kita belajar, bermain, bahkan bekerja. (Sumber: Unsplash/BoliviaInteligente)

Dalam narasi ini, AI bukan sekadar mesin pintar, melainkan bagian dari jaringan realitas besar yang tidak netral. Teknologi dianggap memiliki arah ideologis dan menyimpan muatan tafsir tertentu.

Di sinilah pembaca ditantang untuk menggugat pandangan dominan dan menawarkan pendekatan baru yang lebih manusiawi, ekologis, dan kritis.

Struktur buku ini terdiri dari 19 bab yang ditulis berdasarkan pemikiran tokoh besar dunia, dimulai dari bab tentang singularitas hingga bab tentang jalan hidup kosmis.

Bab satu sampai empat berisi narasi masa depan yang menjanjikan.

Bab lima hingga sebelas menawarkan peringatan dan kehati hatian.

Sementara bab dua belas sampai sembilan belas menampung pemikiran alternatif yang mengusik nalar dan rasa.

Prolog di awal dan epilog di bagian akhir mengikat semua narasi dalam satu benang merah: bagaimana umat manusia memahami kembali akal, teknologi, dan masa depan secara lebih bijak.

Keunggulan utama buku ini terletak pada keberaniannya menghadirkan pluralitas pandangan. Bukan hanya menyajikan informasi, tetapi juga membangun kesadaran kritis bagi pembaca umum maupun akademik.

Penulis utamanya Dimitri Mahayana dikenal luas sebagai pendiri Sharing Vision, lembaga riset teknologi digital, serta Dosen STEI ITB. Sementara Agus Nggermanto aktif dikenal sebagai alumnus ITB pendidik matematika kreatif sekaligus penulis filsafat populer.

Kolaborasi mereka menjadikan buku ini padat namun tetap terasa akrab.

Meski demikian, tidak semua bagian buku ini mudah dicerna.

Beberapa bab mengandaikan pembaca telah akrab dengan pemikiran filsafat kontemporer seperti Stiegler, Gadamer, atau Derrida. Ini bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pembaca umum yang belum terbiasa dengan literatur filosofis.

Secara keseluruhan, buku ini penting dibaca siapa saja yang ingin memahami AI tidak hanya sebagai perangkat teknis tetapi sebagai persoalan etika, budaya, dan arah kemanusiaan.

Buku ini mengajarkan bahwa membicarakan AI bukan hanya urusan ilmuwan komputer atau perusahaan raksasa, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai manusia yang sedang menentukan masa depannya sendiri. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)