AYOBANDUNG.ID -- Okta Wirawan tidak memulai bisnis untuk sekadar menjual makanan. Ia memulai karena ada mimpi yang belum selesai. Mimpi tentang memberi makan 100 ribu orang setiap hari. Mimpi tentang infaq Rp2 miliar per hari. Mimpi yang tidak bisa dijalankan sendirian.
"Kami dari delapan tahun yang lalu masih punya mimpi yang sama, bisa memberikan 100 ribu nasi box setiap hari, dan dibutuhkan Rp2 miliar per hari untuk infaq. Untuk bisa mencapai itu, kita tak boleh setengah-setengah dan tidak bisa sendirian, makanya kami berkolaborasi," kata Okta di Bandung.
Okta pun membangun Abuya Grup sebagai kendaraan untuk mewujudkan mimpi itu. Salah satu produknya adalah Almaz Fried Chicken. Bukan hanya soal ayam goreng, lewat brand lokal ini, Okta menyasar titik-titik kuliner strategis, bukan untuk bersaing secara agresif, tapi untuk hadir sebagai pilihan yang lebih dekat dengan nilai.
"Kita ingin masuk ke setiap titik hotspot, titik yang menjadi destinasi untuk kuliner. Target utama kami memang mendekat kompetitor dan menyasar konsumen kompetitor afiliasi internasional tersebut. Kami ingin jadi alternatif pilihan kaum muslimin," ujar Okta.
Okta menegaskan, semua bahan baku Almaz berasal dari Indonesia. Meski mengusung cita rasa Timur Tengah, ia tidak ingin bergantung pada impor. Ia ingin memberdayakan petani dan produsen lokal.
"Alhamdulillah semua makanan kami halal, tersertifikasi halal dan Alhamdulillah ini toyib, semua berasnya terbaik dan airnya kita pilih yang terbaik dan juga termasuk sentralisasi kitchennya menjadi standar kami," jelasnya.
Dalam berbisnis, Okta tidak melulu bicara soal margin. Ia bicara soal value, makanan yang baik, soal pekerjaan yang bermakna hingga soal keberkahan yang bisa dirasakan banyak orang.
"Kami berharap Almaz mampu mensejahterakan anak bangsa dengan membuka lapangan pekerjaan. Alhamdulillah, lewat produk Abuya Group salah satunya Almaz ini, sudah ada 2000 anak bangsa yang punya pekerjaan,” ungkap Okta.

Model bisnisnya pun cukup tidak biasa. Ia mengajak investor lokal untuk bergabung lewat sistem slot. Bukan hanya untuk modal, tapi untuk membagi risiko dan memperluas dampak.
"Setiap mitra berinvestasi sekitar Rp250 juta, sehingga misalnya satu tempat butuh Rp3 miliar kita terlibat 12 orang atau 12 slot," ujar Rendy Saputra, mitra dari URS Management.
Dalam managemen dan sistem bisnis tersebut, satu orang bisa punya empat slot di empat titik berbeda sehingga dana tidak menumpuk di satu tempat. Hal ini untuk membuat risiko tersebar dan menumpuk di satu bisnis. Kebermanfaatan pun ikut tersebar.
"Kalau satu orang punya dana Rp1 miliar bagi Rp250 juta itu ada 4 slot, maka dia terdistribusi di 4 titik bisnis. Ini kita lakukan untuk mendistribusikan risiko, jadi dana mitra tidak akan bertumpuk di satu titik saja,” tambah Rendy.
Untuk kebermanfataan bagi sesama, setiap bulan, mereka menyalurkan beras untuk masyarakat sekitar outlet, untuk Palestina dan untuk siapa pun yang membutuhkan.
"Untuk bulan ini 26 ton, Alhamdulillah sudah tersalurkan dan langsung dibagikan, dan semua dibagikan kepada masyarakat sekitar outlet. Di luar itu, ada zakat wajib 2,5 persen yang dikeluarkan," ujar Rendy.
Dalam perjalanan bisnis tersebut, Okta tidak bicara soal ekspansi, namun bicara soal kontribusi. Ia pun tidak melulu bicara soal dominasi pasar. Namun dalam bisnis yang ia rintis, dirinya ingin mengutamakan keberkahan.
"Kita berjuang bukan hanya tentang pekerjaan, tapi kita berjuang tentang value, makanan yang baik," katanya.
Ia tidak ingin dikenal sebagai pengusaha sukses. Ia ingin dikenal sebagai orang yang berusaha memberi, baik lewat makanan, pekerjaan, hingga lewat sistem yang bisa ditiru. "Kita ingin jadi alternatif pilihan kaum muslimin," pungkas Okta.
Informasi Almaz Fried Chicken
Instagram: https://www.instagram.com/almazfriedchicken
Alternatif produk kuliner dan UMKM Serupa: