AYOBANDUNG.ID -- Bukan tangisan yang pertama kali terdengar saat anak-anak ini lahir, melainkan bisikan kekhawatiran. Bukan karena mereka tak dicintai, tapi karena dunia belum siap menyambut mereka.
Rina Niawati, seorang ibu dan pengurus Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS) Bandung, tahu betul rasanya berdiri di antara harapan dan kenyataan. “Kami bukan menuntut keistimewaan. Kami hanya ingin anak-anak kami diterima sebagai manusia,” ucapnya.
Di balik wajah khas yang disebut “seribu wajah”, anak-anak Down syndrome menyimpan dunia yang tak semua orang mau menyelami. Mereka lahir dengan satu kromosom lebih banyak, tapi justru diberi satu kesempatan lebih sedikit.
“Banyak yang takut. Takut anak kami galak, takut digigit. Padahal mereka itu lembut, penuh empati. Mereka tak bisa pura-pura,” kata Rina.
Rina menyebut anak-anak Down syndrome sebagai manusia paling jujur yang pernah ia temui. Namun kejujuran itu tak cukup untuk menembus tembok stigma. Di sekolah, mereka sering ditolak. Di taman bermain, mereka dijauhi. Di masyarakat, mereka dianggap beban.
“Sekolah inklusi di Bandung banyak, tapi hanya di atas kertas. Kalau anak kami mau masuk, ditanya IQ-nya. Harus 50 ke atas. Padahal anak Down syndrome rata-rata di bawah itu,” keluh Rina.
Rina menegaskan bahwa inklusi bukan soal angka, tapi soal hati. “Kalau sudah pakai syarat, itu bukan inklusi. Itu seleksi. Dan anak kami selalu gagal di seleksi itu,” ujarnya.
Pendidikan menjadi mimpi yang mahal. Sekolah swasta inklusi memang lebih terbuka, tapi biayanya tak semua orang tua sanggup. “Yang swasta bagus, tapi ya harus siap di biaya. Tidak semua orang tua bisa,” kata Rina.
Di Bandung, menurut data Dinas Pendidikan tahun 2024, hanya 202 anak disabilitas yang tercatat di jenjang PAUD. Tak ada data spesifik untuk anak Down syndrome, seolah mereka tak pernah ada. Padahal, anak-anak ini punya potensi. Mereka teliti, kuat secara fisik, dan punya bakat di seni dan olahraga.
“Banyak yang dalam bidang olahraga sampai seni. Tapi siapa yang mau melihat kalau mereka terus disembunyikan?” tanya Rina.
POTADS Bandung berdiri sejak 2012, menjadi rumah bagi para orang tua yang lelah berjuang sendiri. Di sana, mereka saling menguatkan, berbagi terapi, berbagi cerita, dan kadang hanya berbagi pelukan.
“Begitu lahir, anak Down syndrome harus langsung dicek jantungnya. Karena 30 persen dari mereka punya kelainan jantung. Tapi banyak orang tua yang bahkan tak tahu harus ke mana,” jelas Rina.
Rina menekankan pentingnya terapi sejak dini. Pasalnya, setiap anak punya kebutuhan berbeda. Ada yang butuh fisioterapi, ada yang butuh terapi bicara. Tapi yang paling penting, orang tua harus kuat. Kekuatan itu bukan datang dari dalam, tapi dari komunitas. “Di POTADS, kami saling menyemangati. Karena hanya sesama orang tua yang benar-benar paham rasanya,” ujar Rina.
Kini di balik keresahan itu, banyak lahir gerakan lebih besar yang mulai mengembangkan pelatihan keterampilan bagi anak-anak Down syndrome. Mulai dari membatik, membuat sabun, hingga merangkai bunga. Tak jarang, karya-karya mereka mulai dipasarkan dalam bentuk produk kreatif.
Namun, membangun bisnis inklusif bukan perkara mudah. Banyak pelatihan yang bersifat seremonial, tanpa pendampingan jangka panjang. Rina juga menyoroti minimnya dukungan dari lembaga pendidikan dan pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi anak-anak disabilitas intelektual.
Meski begitu, semangat tak pernah padam. Salah satu contohnya, POTADS rutin menggelar pameran karya dan pelatihan bisnis sederhana bagi orang tua. Dari mulai pelatihan membuat batik jumputan, sabun aromaterapi, dan aksesori buatan tangan. Beberapa bahkan sudah masuk dalam kurasi pameran inklusi di tingkat provinsi.
Oleh karena itu, Rina berharap masyarakat berhenti melihat anak Down syndrome sebagai “cacat”. Mereka bukan penyakit, bukan kutukan, dan bukan akibat keturunan. Semua bisa terjadi pada siapa saja yang Tuhan kehendaki.
"Anak down syndrome itu bukan untuk dihakimi, tapi untuk diberi kesempatan. Mereka bisa melakukan apa pun, hanya saja dengan ritme yang berbeda," pungkasnya.
Alternatif produk kebutuhan fashion anak atau UMKM serupa: