Potensi Komersialisasi Dakwah, Saat Gaya Hidup Masyarakat Modern Menjunjung Eksklusivitas

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Kamis 25 Sep 2025, 08:22 WIB
Kajian Sharing Time di Balroom Tangcity Mall, 12 Januari 2024 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Kajian Sharing Time di Balroom Tangcity Mall, 12 Januari 2024 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Membicarakan Bandung memang tidak akan pernah ada habisnya. Rasanya Bandung memang punya banyak julukan tak hanya disebut sebagai kota kembang tapi kini berubah menjadi kota sampah yang hampir dibeberapa ruas jalan terdapat tumpukan kresek berisi sampah yang entah warga mana yang membuangnya sembarangan.

Bandung juga mendapat julukan sebagai kota kreatif yang ditandai dengan berbagai kuliner yang kaya akan cita rasa, sejumlah ruang kreatif yang tersebar dibeberapa titik, kota yang kaya akan nilai sejarah dan budayanya pun kota Bandung tak pernah bisa lepas dari kereligiusannya.

Sejak saya kecil hingga beranjak remaja aktivitas mengaji memang menjadi rutinitas terpadat setelah sekolah. Ada pengajian ba'da subuh sebelum berangkat sekolah, ada pengajian ashar selepas pulang sekolah dan dilanjutkan pengajian magrib hingga menjelang isya.

Acara besar keagamaan seperti maulid, isra mi'raj dan tahun baru Islam tak lepas dari perayaan yang megah. Bahkan beberapa masjid mengadakan acara perlombaan seperti kaligrafi, pidato, tilawah qur'an, membaca sholawat, mewarnai gambar, cerdas cermat hingga fashion show.

Menariknya kegiatan ini menjadi ajang unjuk bakat antar masjid sekaligus silaturahmi antar pemeluk agama Islam di setiap kecamatan/kab/kota.

Pengajian di kota Bandung rata-rata berhenti setelah anak memasuki usia di bangku SMA. Berbagai alasan seperti semakin sibuk dengan kegiatan di sekolah juga terasingnya interaksi dengan orang sekitar menjadi penyebabnya. Seringkali anak-anak yang dulunya sejak kecil pergi mengaji bersama mendadak seolah tidak kenal saat berpapasan di ujung jalan.

Entah memang sedang mencari identitas diri atau merasa memang sudah bukan fasenya lagi berteman karena memiliki teman baru di sekolah yang dianggap lebih asyik. Tapi begitulah siklus pertemanan, akan ada yang datang tapi ada pula yang pergi-- berproses sebagaimana usia terus bertambah.

Pada tahun 2015 Bandung dikejutkan dengan kehadiran Gerakan Pemuda Hijrah yang digagas oleh Ustad Hanan Attaki yang melibatkan anak muda dalam kegiatan dakwah di Masjid Al-Lathiif Bandung. Aktivitas pengajian remaja yang sudah hilang di lingkungan sekitar mendadak mengumpulkan seluruh pemuda di Bandung untuk terlibat dalam aktivitas dakwah di Masjid Al-Lathiif

Setelah pandemi kajian mulai bertransformasi dari masjid menuju hotel-hotel di berbagai kota. Salah satunya kajian "Sharing Time" yang diisi oleh Ustad Hanan Attaki. Pola religiusitas masyarakat mengalami perubahan dari tradisional menuju modern dengan mementingkan pengalaman religius yang terkesan personal, eksklusif dan berkualitas dibandingkan dengan praktik spiritual semata.

Fenomena di atas selaras dengan teori konsumsi religius. Teori ini menjelaskan perihal bagaimana agama dalam masyarakat modern tidak sekedar sebagai praktik spiritual tapi sudah menjadi bagian dan gaya hidup konsumsi (Fealy,2008).

Berawal dari ajakan seorang teman untuk mengikuti kajian sharing time yang diadakan di Tangcity Mall Kota Tangerang. Tidak seperti kajian pada umumnya yang bisa diakses secara gratis, kajian kali ini mewajibkan bayaran sebanyak Rp.125.000. Berangkat dari Bandung menuju rumah teman di Cianjur yang kemudian dilanjutkan ke Tangerang untuk menghadiri kajian pada sesi kedua selepas shalat ashar.

Antusias jemaah dalam kajian ini amat membludak dan didominasi oleh kaum perempuan. Mushola selalu penuh--silih berganti antara jemaah sesi pertama yang akan pulang dan jemaah sesi kedua yang akan masuk ballroom hotel. Semua perempuan berlarian berharap mendapatkan shaf paling depan.

Kajian berjalan dengan khidmat dan jemaah diberikan kesempatan untuk bertanya dalam sesi tersebut. Beberapa pertanyaan memang releate dengan permasalahan anak muda yang kompleks di era dunia digital. Saya berpikir mungkin inilah alasannya kenapa banyak anak muda yang tertarik dengan kajian sharing time ini meskipun harus berbayar.

Saat pertanyaan terkahir datang dari jemaah laki-laki saya pikir dia akan menanyakan permasalahan yang sama tentang anak muda. Namun saya tersentak saat tiba-tiba berucap

"Assalamualaikum Ustad, saya (P) selama ini saya sudah banyak mencari tahu tentang Islam. Rasanya saya tertarik dan selama ini saya sudah sering melihat kajian ustad di youtube. Beruntung hari ini saya berkesempatan untuk mengikuti kajian ustad secara offline. Ustad izinkan saya dan tolong bimbing saya untuk mengucapkan kalimat syahadat"

Seketika semua jemaah terhenyak begitu pun dengan ustad Hanan Attaki dan MC dalam acara ini. Tak lama berselang-- mendadak terbesit sebuah pemikiran, mungkin inilah yang menjadi daya tarik kajian Hanan Attaki yang merangkul anak muda dan tidak pernah terasa menggurui.

Sejauh ini banyak narasi yang tersebar di masyarakat bahwa kajian Ustad Hanan Attaki terlalu klise karena hanya membahas kajian perihal percintaan anak muda.

Saya pun tak menampik sebagai seseorang yang pernah menghadiri beberapa kajiannya. Namun tidak sepenuhnya setuju juga, karena beberapa hal kadang beliau menjelaskan tentang permasalahan fiqih, takdir, dan akhlak meski memang sering kembali ke pembahasan percintaan karena pertanyaan jemaah yang seringkali berada di luar konteks tema yang diberikan.

Metode dakwah yang sering dibicarakan sebagian orang dengan konotasi kurang baik. Justru cara ini yang membuat hati seorang manusia tersentuh untuk mencari tahu tentang Pencipta-Nya.

Meski terkesima dengan kajian tadi tetap saja ada banyak hal yang terlintas di benak saya, diantaranya tentang fenomena masyarakat muslim baru hingga potensi komersialisme dakwah.

Saya sempat tertarik dan ingin melakukan penelitian terhadap fenomena di atas. Untuk menjawab berbagai macam pertanyaan tentu saya harus mengonfirmasi secara langsung kepada narasumber yang bersangkutan. Akhirnya dengan percaya diri saya menghubungi via DM Instagram kepada Ustad Hanan untuk izin membuat penelitian sekaligus mewawancarai beliau.

Tepatnya 03 Maret 2024 saya mengirimkan pesan tersebut namun sampai detik ini tak kunjung mendapat respon. Saya pun memahami bahwa pasti begitu banyak yang mengirim pesan serupa kepada beliau sehingga chat saya tertumpuk dan tidak terbaca.

Meski demikian rasa haus saya sedikit terobati ketika melihat jurnal dengan tema yang saya inginkan muncul di google scholar dengan peneliti Agung Tirta Wibawa dan Ahmad Sarbini. Yang dimana keduanya pernah mengajar sebagai dosen juga pernah menjabat sebagai kaprodi di jurusan saya.

Berdasarkan jurnal penelitiannya yang berjudul "Fenomena Pengajian Berbayar Ustad Hanan Attaki" banyak menjadi inspirasi bagi saya untuk menulis dan menganalisis perihal fenomena yang saya lihat dengan pendekatan teori yang hampir serupa.

Fenomena Masyarakat Muslim Baru

Perkembangan teknologi informasi sejatinya memang mempengaruhi hampir semua lini kehidupan tak terkecuali dunia dakwah. Kondisi sosial yang ada mendorong masyarakat untuk mengikuti tren yang seringkali mengubah pola konsumsi terhadap segala sesuatu.

Dakwah yang dulunya ada dalam ruang-ruang sakral seperti masjid atau mushola, mendadak berubah menjadi fleksibel di mana saja. Tempat bukan lagi menjadi kendala yang terpenting esensi yang diajarkan berupa risalah agama dan segala kebaikannya.

Menurut pandangan saya mungkin dakwah yang diselenggarakan di hotel pada mulanya menargetkan kalangan menengah ke atas seperti selebritas dan influencer. Bagaimana para dai mencoba membuat strategi baru dengan memperluas objek dakwah lewat kalangan tersebut. Dai populis hadir untuk menjawab tantangan keterbatasan waktu yang dimiliki kalangan tersebut untuk tetap bisa mengakses spiritual secara intim.

Namun hadirnya media sosial membuat dakwah tersebut menjangkau lebih banyak lagi audiens. Konten yang dihadirkan dalam video pun membuat masyarakat secara umum tergugah. Mulai dari terasa dekat dengan ustad yang memberikan materi karena acara yang diselenggarakan lebih intimate. Terasa lebih dekat karena mengusung sharing time yang konotasinya lebih santai dan tidak terkesan menggurui.

Kini dakwah bukan saja kajian yang bisa diakses secara gratis tapi sudah berubah menjadi komoditas agama. Di mana siapa yang sanggup membayar maka dia yang bisa ikut masuk ke dalam kajian. Di mana "Posisimu" berada maka akan menentukan shaf terdepan dalam sebuah kajian.

Dakwah yang dulu bisa menjangkau semua kalangan juga menjungjung nilai kesetaraan berubah menjadi kesenjangan--di mana yang menentukan posisi shaf bukan siapa kamu dan berapa biaya yang kamu keluarkan melainkan siapa yang datang lebih dulu itu yang lebih berhak menentukan.

Potensi Komersialisasi Dakwah

Saluran digital islami kini telah jadi hal lumrah dan mudah ditemukan. (Sumber: Pexels/esralogy)
Saluran digital islami kini telah jadi hal lumrah dan mudah ditemukan. (Sumber: Pexels/esralogy)

Bicara soal komersialisasi memang sangat sensitif terlebih saat membicarakan soal keagamaan. Komersialisasi dakwah sendiri merupakan aktivitas dakwah yang seharusnya bersifat spiritual dan pengabdian tapi berubah menjadi komoditas atau barang dagangan yang bertujuan mencari keuntungan materi.

Dalam ruang kelas perkuliahan saya pernah mendiskusikan perihal "Tarif Dakwah" bersama teman dan dosen yang mengajar etika dan estetika dakwah. Diskusi ini mengingatkan kembali kepada saya bagaimana menjawab pertanyaan mengenai potensi komersialisasi dakwah dalam ranah dunia digital.

Saat itu dosen saya memberikan pertanyaan bagaimana pandangan mahasiswa terhadap tarif dakwah dan dai yang dinaungi pihak organizer dan manajemen. Menjadi jawaban yang unik ketika terdapat kontradiktif antara dua kubu mahasiswa.

Ada pihak yang setuju dengan dihadirkannya tarif dakwah karena pemuka agama pun butuh biaya untuk akomodasi perjalanan dan kehidupan sehari-hari. Namun pada sisi yang lain tarif dakwah menjadi tidak pantas diberikan saat keagamaan identik dengan pengabdian.

Pada akhir diskusi disimpulkan bahwa memberikan tarif dakwah kepada penyelenggara acara akan mengurangi etika dari dai yang bersangkutan. Meski di zaman ini sangat sulit ditemukan karena banyak dai yang berada di bawah naungan manajemen layaknya para artis.

Meski memberikan tarif dakwah dianggap tidak etis tapi sebagai penyelenggara juga harus tau diri. Dalam artian memposisikan diri bagaimana seharusnya memberikan apresiasi kepada para dai yang sudah menyempatkan waktu dan tenaganya untuk memberikan siraman rohani.

Bijaknya kedua belah pihak harus sama-sama mengerti dan paham dengan situasi. Dai tidak diperkenankan membuat tarif dakwah karena tidak etis tapi penyelenggara pun harus memberi apresiasi yang terbaik sesuai dengan kemampuan.

Jika kedua hal tersebut tidak dijalankan maka aktivitas dakwah di era media digital tidak akan lepas dari komersialisasi dakwah. Di mana dakwah bukan hanya sekedar cara menebarkan nilai-nilai keagamaan tapi berubah menjadi komoditas agama.

Potensi Ajang Membuka Aib lewat Pertanyaan

Beberapa kajian seperti ini biasanya di dominasi oleh perempuan. Meski kadang tema yang diberikan tidak ada hubungannya dengan permasalahan percintaan atau perselingkuhan-- pada faktanya jemaah seringkali mengajukan pertanyaan dengan diawali curhat hal-hal yang bersifat pribadi.

Mungkin suasana yang mendukung dan kajian yang dibungkus melalui kegiatan sharing time membuat jemaah merasa hal tersebut layak untuk diceritakan. Padahal ada yang terlupakan bahwa curhatan tersebut tidak hanya di dengar oleh jemaah yang hadir tapi pasti akan dipublikasikan ke media dan akan ditonton oleh ratusan juta orang di dunia.

Baca Juga: Filsafat Seni Islam

Permasalahan rumah tangga yang dulunya tabu jika diketahui banyak orang-- hari ini sudah berubah menjadi konsumsi publik. Mungkin bagi jemaah yang bercerita perasaan mereka bisa saja menjadi lega karena banyak pihak yang memvalidasi perasaannya.

Namun menurut pandangan saya hal ini menjadi tidak bijak karena curhat justru makin memperkeruh keadaan rumah tangga seseorang, meski tindak perselingkungan bukan suatu hal yang menjadi pembenaran.

Curhat hal-hal yang pribadi dalam kajian bisa saja membawa engagement dan keuntungan bagi seseorang yang bercerita, misalnya mendadak viral dan banyak endorse produk yang menawarkan kerja sama. Tapi apakah worth it jika taruhannya adalah aib dan kredibilitas diri kita ? sementara kejayaan seseorang yang dihasilkan dari aib biasanya tidak akan bertahan lama. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 12 Nov 2025, 18:26 WIB

Bungkushin: Rasa Jepang yang Hangat di Tengah Riuhnya Cihapit

Rekomendasi cafe Jepang murah.
Makanan Bungkushin (Foto: Ananda)
Ayo Biz 12 Nov 2025, 17:37 WIB

Bandung dan Krisis Sunyi: Menyuarakan Kesadaran Kesehatan Mental di Kota Urban

Kesehatan mental yang baik berarti batin tenteram, pikiran jernih, dan emosi terkendali. Tanpa itu, aktivitas sehari-hari bisa terganggu, relasi sosial merenggang, bahkan muncul perilaku destruktif.
Kesehatan mental yang baik berarti batin tenteram, pikiran jernih, dan emosi terkendali. Tanpa itu, aktivitas sehari-hari bisa terganggu, relasi sosial merenggang, bahkan muncul perilaku destruktif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 16:35 WIB

Ketika Panggilan 'Sayang' Hanya Bagian dari Jobdesk: Dramaturgi para Ladies Companion (LC)

Menyeruak dunia para LC yang dipenuhi stigma negatif.
Ilustrasi Ladies Companion (LC). (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 12 Nov 2025, 16:21 WIB

Aroma Kopi di Bawah Tegakan, Cibulao dan Gerakan Menyulam Hutan

Pola agroforestry memberi ruang bagi pohon kopi tumbuh di bawah tegakan, menjaga kelembapan tanah, sekaligus memberi penghasilan bagi warga.
Pola agroforestry memberi ruang bagi pohon kopi tumbuh di bawah tegakan, menjaga kelembapan tanah, sekaligus memberi penghasilan bagi warga. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 16:00 WIB

Bermula Rumah Pribadi Menjadi Museum sebagai Warisan Seni yang Menginspirasi

Museum yang didirikan untuk menghormati dan melestarikan karya Srihadi yang inspiratif dalam dunia seni lukis.
Pengunjung menikmati dan mengabadikan hasil karya Srihadi, Sabtu 01 November 2025, Ciumbuleuit, Kecamatan Cicadap, Kota Bandung (Sumber: Sela Rika | Foto: Sela Rika)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 15:26 WIB

Dari Usaha Donat Rumahan hingga Berhasil Memperluas Jangkauan ke Lima Toko

Dengan mempertahankan kualitas donat setiap harinya, Pipin Donuts berhasil menjalankan bisnisnya hingga memiliki lima cabang.
Seorang customer yang mengantri untuk membeli Pipin Donuts, Cabang Sukabirus, Kabupaten Bandung, (08/11/2025) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Asti Alya)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 15:09 WIB

ITB sebagai Wisata Teknologi Era Globalisasi - Bagian 2

Dalam paparan berikut sebagai lanjutan dari bagian ke-1 adalah rencana implementasi konkret untuk menjadikan Institut Teknologi Bandung (ITB).
ITB Jatinangor. (Sumber: Dok. ITB)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 14:50 WIB

Semangat 1955 Hidup Kembali di Kemeriahan Asia Afrika Festival 2025

Perayaan Asia Afrika Festival 2025 kembali di gelar di Kota Bandung
Suasana Perayaan Asia Afrika Festival (Foto: Desy Windayani Budi Artik)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 14:36 WIB

ACCRA, Dessert Rumahan Rasa Sultan di Bandung

Dessert rumahan dengan cita rasa sultan. ACCRA di Kota Bandung siap memanjakan lidah lewat mochi cheesecake dan tiramisu legendarisnya.
ACCRA di Kota Bandung siap memanjakan lidah lewat mochi cheesecake dan tiramisu legendarisnya. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 13:34 WIB

Hikayat Kasus Reynhard Sinaga, Jejak Dosa 3,29 Terabita Predator Seksual Paling Keji dalam Sejarah Inggris

Kasus Reynhard Sinaga mengguncang dunia. Pria asal Depok itu menyimpan rahasia kelam. Di penjara Wakefield, ia menua bersama 3,29 terabita dosa yang tak bisa dikompresi.
Reynhard Sinaga.
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 12:45 WIB

Menyelami Makna di Balik Mereka(h), Wisata Rasa dan Imajinasi di Tengah Ruang Seni

Tak hanya untuk pecinta seni, Grey Art Gallery mengundang siapa pun yang ingin menikmati keindahan.
Suasana pengunjung Grey Art Gallery yang menjadi bagian dari cerita mereka yang perlahan merekah, 4 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Mutiara Khailla Gyanissa Putri)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:44 WIB

West Java Festival, Konser Musik atau Acara Budaya?

West Java Festival 2025 tak lagi sekadar konser. Mengusung tema 'Gapura Panca Waluya'.
West Java Festival 2025 (Foto: Demas Reyhan Adritama)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:06 WIB

Burayot, Camilan Legit Khas Priangan yang Tersimpan Rahasia Kuliner Sunda

Bagi orang Sunda, burayot bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial.
Burayot. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:45 WIB

Tak Pernah Takut Coba Hal Baru: Saskia Nuraini Sang Pemborong 3 Piala Nasional

Saskia Nuraini An Nazwa adalah siswi berprestasi tingkat Nasional yang menginspirasi banyak temannya dengan kata-kata.
Saskia Nuraini An Nazwa, Juara 2 lomba Baca Puisi, Juara 3 lomba unjuk bakat, juara terbaik lomba menulis puisi tingkat SMA/SMK tingkat Nasional oleh Lomba Seni sastra Indonesia dengan Tema BEBAS Jakarta. (Sumber: SMK Bakti Nusantara 666)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:24 WIB

Bandung Macet, Udara Sesak: Bahaya Asap Kendaraan yang Kian Mengancam

Bandung yang dulu dikenal sejuk kini semakin diselimuti kabut polusi.
Kemacetan bukan sekadar gangguan lalu lintas, tapi cerminan tata kelola kota yang belum sepenuhnya adaptif terhadap lonjakan urbanisasi dan perubahan perilaku mobilitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:47 WIB

Ketika Integritas Diuji

Refleksi moral atas pemeriksaan Wakil Wali Kota Bandung.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:36 WIB

Perpaduan Kenyal dan Lembut dari Donat Moci Viral di Bandung

Setiap gigitan Mave Douchi terasa lembut, manisnya tidak giung, tapi tetap memanjakan lidah.
Donat mochi lembut khas Mave Douchi dengan tekstur kenyal yang jadi favorit pelanggan (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 08:39 WIB

Sejarah Letusan Krakatau 1883, Kiamat Kecil yang Guncang Iklim Bumi

Sejarah letusan Krakatau 1883 yang menewaskan puluhan ribu jiwa, mengubah iklim global, dan menorehkan bab baru sejarah bumi.
Erupsi Gunung Krakatau 1883. (Sumber: Dea Picture Library)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 21:04 WIB

Mama Inspiratif dan Perjuangan Kolektif Mengembalikan Sentuhan Nyata dalam Pengasuhan

Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar.
Ilustrasi. Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar. (Foto: Freepik)