AYOBANDUNG.ID -- Bandung sejak lama dikenal sebagai kota kreatif dengan pesona kuliner yang tak pernah habis digali. Bagi wisatawan, perjalanan ke Bandung hampir selalu diakhiri dengan ritual berbelanja oleh-oleh khas Bandung.
Dari keripik tempe, peuyeum, hingga bolu pisang, setiap produk membawa cerita tentang kota yang penuh inovasi sekaligus nostalgia. Fenomena ini menjadikan bisnis oleh-oleh bukan sekadar pelengkap wisata, melainkan sektor yang menopang ekonomi kreatif daerah.
Data resmi dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga Agustus 2025 tercatat lebih dari 16 juta perjalanan wisatawan nusantara ke Jawa Barat dengan Bandung sebagai salah satu destinasi utama.
Angka ini menegaskan bahwa pasar oleh-oleh memiliki potensi yang sangat besar. Hampir setiap wisatawan menyisihkan waktu untuk membeli buah tangan, menjadikan toko oleh-oleh sebagai bagian integral dari pengalaman berkunjung.
Kebiasaan wisatawan dalam berbelanja oleh-oleh di Bandung memperlihatkan pola yang menarik. Mereka tidak hanya mencari produk yang lezat, tetapi juga yang otentik, mudah dibawa, dan memiliki cerita budaya. Tren ini mendorong pelaku usaha untuk menghadirkan inovasi yang tetap berakar pada tradisi.
Tjitarum hadir sebagai contoh kecil bagaimana bisnis oleh-oleh bisa berkembang dengan pendekatan yang lebih tajam. Berlokasi di Jl Van Deventer, toko ini menawarkan bolu dan kue yang terinspirasi dari warisan kuliner Jawa Barat.
Produk seperti Bolu Labu Lapis dan Bolu Gulung Peyeum Kalapa menjadi representasi eksplorasi rasa yang tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menghidupkan kembali cerita budaya.
Nama Tjitarum sendiri diambil dari sungai ikonik Jawa Barat, memperkuat identitas lokal yang melekat. Packaging yang menampilkan keanekaragaman budaya menjadi strategi branding yang tidak hanya menjual rasa, tetapi juga menghadirkan pengalaman visual yang kaya.
“Lewat Tjitarum, kami berusaha mengembalikan makna bahwa oleh-oleh Bandung seharusnya mencerminkan Bandung itu sendiri kota dengan sejarah panjang, cita rasa khas, dan karakter desain yang otentik,” ujar Hedi Rusdian selaku Brand Owner Tjitarum kepada Ayobandung.
Wisatawan kini tidak hanya mencari nostalgia, tetapi juga pengalaman baru. Produk oleh-oleh yang menawarkan inovasi rasa seperti brownies atau pie susu dengan sentuhan lokal semakin diminati. Hal ini menunjukkan pergeseran tren dari sekadar buah tangan menjadi simbol eksplorasi budaya yang lebih luas.
“Bagi kami, ketika seseorang mengklaim sebuah makanan sebagai oleh-oleh khas daerah, maka makanan itu harus bisa merepresentasikan jiwanya dari rasa, sejarah, hingga desainnya,” ungkap Hedi.
BPS Kota Bandung mencatat peningkatan signifikan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara hingga 2024 dengan tren positif berlanjut ke 2025. Fakta ini memperkuat argumen bahwa bisnis oleh-oleh akan terus tumbuh seiring meningkatnya kunjungan wisata.
Momentum musiman seperti liburan akhir tahun, Natal, Tahun Baru, hingga Lebaran menjadi periode emas bagi penjualan oleh-oleh. Tjitarum memanfaatkan momentum ini dengan menghadirkan produk yang relevan untuk berbagai perayaan, memastikan bahwa setiap kunjungan wisatawan berakhir dengan buah tangan yang bermakna.

“Potensi oleh-oleh Bandung kalau menurut saya sih karena oleh-oleh itu udah banyak banget, terus juga beragam, makanya kenapa kita hadir sebagai pembedanya itu. Karena memang gak semua brand memperhatikan. Kalau ini memang oleh-oleh dari Bandung, Jawa Barat, ya udah komitmennya sampai mana gitu,” jelas Hedi.
Menurutnya, bisnis oleh-oleh Bandung masih sangat sehat karena beragamnya produk dan eksplorasi yang terus dilakukan. “Jadi di bisnis oleh-oleh ini memang masih sangat sehat ngelihatnya. Karena beragam dan juga macam-macam, terus udah gitu eksplornya juga banyak,” tambahnya.
Hedi mengakui, eksplorasi rasa yang familiar menjadi strategi penting dalam branding. “Kalau kita malah pengennya justru eksplorasi kita tuh bukan hanya eksplorasi budaya tapi juga dalam rasa yang familiar. Mengutamakan value juga karena kita juga sebetulnya membuat sebuah branding,” kata Hedi.
Hedi menegaskan dengan mengutamakan value, Tjitarum tidak hanya menjual produk, tetapi juga menghadirkan pengalaman yang mewakili Bandung. “Ketika kita mendalami sebuah branding, kita biasanya menguliti dulu nih dari alasan kenapa brand ini harus ada. Terus udah gitu kalau ngomongin oleh-oleh artinya kan dia dibawa gitu kan, jadi harus merepresentatifkan kota asalnya,” ujarnya.
Di sisi lain, sebagai toko oleh-oleh terbaru di Bandung, Tjitarum menargetkan periode akhir tahun hingga Lebaran sebagai momen strategis. “Kejutan tahun baru juga kayaknya kita pengen ngejar. Apalagi ini selain jelang Natal Tahun Baru juga udah menjelang ke momen momen puasa dan Lebaran juga,” kata Hedi.
Dengan strategi ini, Heni mengatakan, wisatawan yang datang ke Bandung diharapkan menjadikan toko ini sebagai destinasi belanja oleh-oleh. Terlebih, makna oleh-oleh bagi Tjitarum bukan sekadar makanan, tetapi representasi Bandung.
“Di tahun baru ini kita pengennya juga orang orang yang mau mengunjungi Bandung ini menjadi toko kami sebagai salah satu tujuan dari wisata mereka gitu,” jelasnya.
Heni menilai, dengan tren wisatawan yang terus meningkat, sektor oleh-oleh Bandung akan semakin menjanjikan bagi pelaku usaha yang berani berinovasi tanpa meninggalkan akar tradisi. Produk yang menggabungkan tradisi dan inovasi memiliki peluang besar untuk menembus pasar nasional bahkan internasional.
“Makanya kita merasa bahwa ketika ini harus dibawa keluar Bandung sebagai buah tangan atau oleh-oleh ini harus bisa mewakili Bandung gitu. Jadi kita rasa sih ya ini menjadi satu dasar gitu dari brand ini ada,” pungkas Hedi.
Alternatif oleh-oleh khas Bandung atau Jawa barat dan produk serupa:
