AYOBANDUNG.ID -- Diagnosis Lupus sering datang terlambat. Penyakit ini menyamar dalam berbagai bentuk, membuat banyak penderita tak menyadari bahwa tubuh mereka sedang melawan diri sendiri. Di Indonesia, jumlah kasus Lupus terus meningkat, namun kesadaran masyarakat masih rendah.
Lupus Eritematosus Sistemik (LES), atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), dikenal sebagai penyakit “seribu wajah” karena gejalanya yang beragam dan tak khas. Lupus adalah penyakit autoimun kronis yang belum diketahui penyebab pastinya, dan bisa menyerang berbagai organ tubuh secara bersamaan.
Di tengah kompleksitas itu, dua peneliti perempuan Indonesia memutuskan untuk tidak tinggal diam. Prof. Afifah Sutjiatmo dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Prof. Elin Yulinah dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) berhasil mengembangkan sebuah obat herbal dari tanaman yang selama ini dianggap biasa, yakni cecendet atau ciplukan.
“Untuk proses penelitiannya sendiri panjang, sekitar empat tahunan ada,” ujar Prof. Afifah.
Obat herbal ini diberi nama Lesikaf, dan masuk dalam kategori jamu. Komposisinya berbasis ekstrak Physalis angulata Linn, nama ilmiah dari cecendet. Produk ini kini diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero), dan ditujukan khusus untuk membantu Orang dengan Lupus (Odapus).

Cecendet bukan tanaman asing bagi masyarakat Indonesia. Ia tumbuh liar dan dikenal dengan berbagai nama lokal seperti nyurnyuran, kopok-kopokan, leletopan, dedes, dan lainnya. Selama ini, tanaman ini digunakan untuk pengobatan diabetes dan anti-radang.
“Cecenet ini selain bisa digunakan untuk anti radang, diabetes, ternyata bagus untuk lupus. Juga pengobatan untuk inflamasinya dan ini bisa meningkatkan eritrosit,” jelas Afifah.
Dalam proses penelitian, Afifah dan Elin tidak menghadapi banyak kendala. Bahan baku utama, ciplukan, mudah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Namun, tantangan terletak pada standarisasi agar hasilnya konsisten dan aman.
“Kendala sebetulnya gak ada karena bahannya sendiri mudah diperoleh di Indonesia, cuman harus terstandar supaya waktu mengulang tetap sama. Kalau distandarisasi dari marker dan dosisnya juga harus tepat," kata Elin.
Lesikaf bukanlah obat yang menyembuhkan Lupus secara total. Namun, sebagai terapi komplemen, jamu ini mampu meredakan nyeri, memelihara kondisi tubuh, dan mengurangi gejala yang mengganggu aktivitas harian Odapus.
“Obat lupus ini diproduksi dengan bentuknya berupa obat. Tapi karena lupus adalah penyakit autoimun jadi gak bisa sembuh total, tapi setidaknya obat ini bisa untuk memelihara dan mengurangi gejalanya,” ujar Afifah.
Terobosan ini menjadi bukti bahwa riset yang berangkat dari keresahan nyata bisa menghasilkan solusi yang relevan dan berdampak. Dalam dunia medis yang sering bergantung pada teknologi tinggi, pendekatan berbasis bahan alam menawarkan alternatif yang lebih terjangkau dan berakar pada kekayaan lokal.
Bagi Afifah dan Elin, keberhasilan ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang untuk terus mengembangkan terapi berbasis bahan alam yang aman dan efektif.
Mereka berharap, riset ini bisa menginspirasi peneliti lain untuk menggali potensi tanaman Indonesia yang belum tergali.
"Jika diteliti dengan serius, ribuan tanaman obat yang belum tergali potensinya ini bisa menjadi solusi bagi berbagai penyakit kronis," ujar Afifah.
Alternatif produk jamu dan UMKM: