Rukma Sudjana namanya. Pemain Persib Bandung itu menjadi langganan Timnas Indonesia pada 1950-an. Kala kesebelasan merah putih merasakan pengalaman berlaga di Olimpiade pada 1956, Rukma lah pemain yang turut ambil bagian bersama anak Bandung lainnya yakni Ade Dana dan Aang Witarsa.
Bakat Rukma sendiri sudah mendapat perhatian pelatih dan pemandu bakat PSSI sejak 1954. Buktinya ia masuk dalam skuad muda Timnas dan mendapat kesempatan untuk tampil saat melawan tim tamu dari Swedia, Kalmar FF pada tahun tersebut.
Sama seperti pemain muda pada umumnya, semakin diberi kesempatan, semakin pula ia matang permainannya. Dan Rukma memperlihatkan itu setahun kemudian. Stadion Ikada di Jakarta adalah panggungnya, dan Lokomotiv dari Uni Soviet (Rusia) menjadi korbannya. Sekalipun Timnas Indonesia kalah, nama Rukma dielu-elukan karena ialah satu-satunya pemain yang bisa membobol gawang tim perkasa itu.
Lokomotiv Tak Kenal Ampun

Lokomotiv sama sekali tidak kenal ampun saat melakoni tur di Indonesia. Kekuatan tim dari Kota Moskow layaknya lokomotif kereta berkecepatan tinggi, siap menerjang, menghantam keras, dan memberi daya rusak apa pun yang ada di hadapan mereka.
Pembuktian Lokomotiv tim kuat terlihat dari lawatan di lima kota yang mereka kunjungi, yaitu Medan, Padang, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada pertengahan sampai akhir November 1955. Ada enam pertandingan yang dilakoni Lokomotiv yang mana semuanya berhasil mereka menangkan dengan skor besar. Persija Jakarta dikalahkan 0-5, PSP Padang 0-7, PSMS Medan 0-9, Timnas Indonesia B 0-9, dan Persebaya Surabaya 0-4.
Pencinta sepak bola tanah air tak ayal terkesima dengan permainan Lokomotiv yang tanpa pandang bulu memberi trauma bagi pemain-pemain tercinta. Kiper Vadim Kublitsky menjadi paling disorot karena jala gawangnya seakan sulit digetar tuan rumah.
Sampai akhirnya di Stadion Ikada, Jakarta, pada 25 November 1955. Satu pertandingan terakhir tersaji yang mempertemukan Timnas Indonesia skuad A melawan Lokomotiv. Kans untuk menang seperti nyaris tak ada, mengingat sang tamu sudah bertubi-tubi menggoreskan trauma. Misi paling nyata dalam laga itu pun cuma satu, paling tidak bisa membobol barang sebiji gol saja. Dan harapan itu berbuah kenyataan lewat gol Rukma Sudjana.
Baca Juga: 6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi
Rukma Pelipur Lara
Lapangan Stadion Ikada becek sejadi-jadinya karena hujan turun sejam sebelum pertandingan Timnas Indonesia A versus Lokomotiv dimulai. Di tengah situasi itu, penonton tetap antusias hadir memberi dukungan terutama dari kalangan pembesar negara salah satunya Presiden Sukarno yang ditemani kedua anaknya, Guntur dan Megawati.
Sekitar 40 ribu penonton hadir mengisi tribune Stadion Ikada. Ada perasaan harap-harap cemas di tiap-tiap mereka di mana pertanyaan yang sering menghantui ialah: “Akankah sebuah gol tercipta melawan Lokomotiv yang pemainnya bernapas kuda?”
Mungkin pemain Lokomotiv sudah kehabisan bensin, atau mungkin karena kondisi lapangan begitu memberatkan mereka. Karena sampai separuh jalannya pertandingan, kedua tim sama kuat 0-0. Akan tetapi, keadaan itu sementara saja karena petaka hadir setelahnya. Gawang Maulwi Saelan yang awalnya kelihatan aman-aman saja akhirnya dibobol Kololov dan Bubukin yang membuat Lokomotiv unggul 2-0 pada pertengahan babak kedua.
Lokomotiv setelah unggul 2-0 rupanya memiliki celah untuk Timnas mencetak gol. Bermula dari sepakan penjuru Witarsa, Rukma yang menempati posisi tengah kanan merangsek ke depan dan menembakkan bola ke kiri gawang Kublitsky. Bola lesatan dari jarak 30 meter itu tidak terlalu keras, tapi terarah, dan nyatanya masuk ke gawang yang membuat seisi Stadion Ikada pecah.
“Stadion Ikada yang luas itu seperti akan pecah oleh sorak penonton yang melambung-lambungkan jas hujan, payung, sapu tangan dll sambil menghentak-hentakkan kaki di kedua tribune, ketika pemain Rukma dari Bandung berhasil membobolkan jala Kublitsky,” lapor harian Merdeka dalam artikel “Djala Sakti Kublitsky jang Tak Pernah Bobol Achirnja Tembus oleh Peluru Rukma” terbitan 25 November 1955.

Penonton di Stadion Ikada seperti kerasukan melihat Rukma mencetak gol gawang Kublitsky. Ia diserbu penggemar sehingga polisi mesti turun tangan mengusir orang-orang yang masuk ke tengah lapangan.
Rukma memang menjadi pelipur lara, tapi sayangnya laga berakhir anti-klimaks bagi Timnas Indonesia. Kekalahan 1-3 diterima karena sebelum laga ditutup Bubukin membukukan gol keduanya.
Kalah bukan berarti tidak ada pelajaran yang didapat. Bagi para pemain termasuk Rukma, Lokomotiv mengajarkan apa itu permainan kombinasi cepat dengan dipadupadankan gaya bertahan yang keras lewat adu badan.
“Jika kita menjaga pemain yang satu, bola sudah berada di kaki pemain yang lain. Mereka banyak menggunakan badan untuk menghalangi lawan menguasai bola. Misalnya, jika seorang pemain kita dapat bola dan dapat melewati seorang pemain mereka, pemain Rusia itu memutar tubuh dan men-charge dengan sisi tubuhnya, sehingga pemain kita terpental,” ucap Rukma dikutip dari artikel Star Weekly berjudul “Pendapat Pemain Sepakbola Kita Tentang Lokomotiv” edisi 26 November 1955. (*)