Pernah gak sih, ngerasa kalau tinggal di Indonesia itu serba-salah? Miskin salah, menengah ke atas juga salah.
Misalnya saja, kita berasal dari keluarga yang memiliki ekonomi yang bisa dikatakan miskin. Tentu kondisi ini banyak memunculkan problematik yang harus dihadapi setiap harinya.
Semua bermula dari terbatasnya kesempatan pendidikan. Di Indonesia sendiri memang sudah ada kebijakan yang mengatur wajib belajar selama 12 tahun.
Meski demikian dalam penatalaksanaannya kadang tidak semulus yang diharapkan. Meski beberapa sekolah meniadakan pembiayaan masuk sekolah. Namun beberapa buku dan seragam masih harus dibeli untuk menunjang kegiatan belajar.
Belum lagi jika ada kondisi murid yang memiliki akses jauh ke sekolah tapi tidak memiliki ongkos. Beberapa orang tua memilih untuk tidak menyekolahkan anak karena hal tersebut.
Bahkan mirisnya keluarga miskin di Indonesia, beberapa anggota keluarga yang belum cukup umur dipaksa oleh keadaan untuk membantu perekonomian keluarga.
Lantas tingkat pendidikan yang kurang akan mempengaruhi posisi pekerjaan seseorang. Mungkin jika tidak memiliki ijazah atau lulusan SD hingga SMP hanya tersedia pekerjaan kasar yang gajinya pun kadang tidak setimpal.
Setingkat SMK mungkin masih bisa memiliki kesempatan mendapat gaji yang lebih baik tapi naasnya beberapa dari mereka menjadi sandwich generation.
Kondisi ini membuat pasak lebih besar daripada tiang. Sementara kebutuhan makanan tidak bisa terlepas dari kehidupan seorang manusia.
Gaji yang kecil tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya untuk membeli bahan makanan, sebagian harus berhutang kepada warung tetangga.
Hutang menjadi masalah baru dalam masyarakat, karena akan menjadi efek domino gali lobang tutup lobang. Tak heran jika aplikasi judi online dan pinjaman online makin menjamur.
Kehadiran fenomena ini menjadi bukti bahwa masyarakat sudah tidak memiliki jalan keluar selain melakukan hal tersebut.
Mirisnya kejadian ini bisa merambah pada tindakan kriminal dan kejadian bunuh diri akibat dari tidak bisa memenuhi kewajiban melunasi hutang.
Masyarakat miskin akan sangat banyak mengalami ketidakberuntungan. Tidak mendapat akses pendidikan terbaik, tertutup pada akses kesehatan yang layak juga kondisi mental dan pemikiran yang tidak berkembang dengan baik.
Lantas apakah orang miskin tidak bisa berubah? Mengubah stigma dengan memperjuangkan pendidikan. Memiliki karier yang cemerlang dengan pendidikan yang menjulang?
Tentu bisa, banyak dari masyarakat miskin yang memiliki tekad yang kuat justru bisa keluar dari rongrongan kemiskinan.

Namun apakah setelah naik kelas menjadi masyarakat menengah atas, hidup akan menjadi aman dan tentram ? Tentu tidak, ingat kita sedang tinggal di Indonesia. Di mana tidak ada yang paling diuntungkan selain mereka yang berkuasa.
Di mana ketika menjadi masyarakat miskin , mereka dipermainkan bahkan dieksploitasi demi ketenaran dan eksistensi seseorang yang memiliki kepentingan. Ketika sudah naik kelas maka bersiaplah untuk dikuras kantor pajak.
Apakah bayar pajak adalah sebuah kesalahan? Tentu tidak. Alasan diadakannya pajak adalah untuk dinikmati oleh masyarakat sendiri.
Melalui fasilitas umum yang memadai, akses jalan yang aman, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Tapi apakah alasan tadi sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Rasanya uang pajak, menguap entah kemana. Negara tidak berkembang tapi uang pun hilang.
Banyak program tidak jelas yang hanya menghambur-hamburkan dana. Buktinya banyak program yang tidak terawasi dengan baik dan berujung pada ketidak-berlanjutan. Tujuan belum tercapai tapi dana sudah habis terbagi-bagi.
Salah satu yang menjadi ekonomi penggerak di Indonesia adalah UMKM. Melalui mereka, perputaran uang sedikitnya berjalan lebih baik.
Tapi tonggak yang seharusnya dijaga malah seringkali berujung dipatahkan. Bukannya mencari cara bagaimana agar produk UMKM bisa terkenal di kancah internasional. Regulasi sering kali berbuat sebaliknya.
Pemilik UMKM dipersulit dengan administrasi yang dirasa tidak terlalu penting. Peraturan yang mengikat juga pemotongan pajak yang seringk ali tidak masuk akal.
Kecanggihan teknologi yang tidak disiapkan dengan SDM yang memadai justru menggerus sebagian pelaku UMKM yang sudah sejak lama menjadi roda perputaran ekonomi bangsa.
Bahkan beberapa informasi yang masih hangat diperbincangkan mengenai kebebasan tarif pajak pada produk asing yang masuk ke Indonesia. Rasanya menjadi tidak adil, masyarakat negeri sendiri benar-benar ditekan tapi pihak asing bisa dengan mudah melenggangkan diri di negeri pendatang.
Jadi naik kelas sosial di Indonesia tidak serta merta menjadikan masyarakat berada dalam kondisi yang aman dan tentram. Secara tidak langsung namanya berubah tapi kehidupannya tidak jauh dari kondisi sebelumnya ketika menjadi miskin.
Rasanya serba salah menjadi masyarakat Indonesia. Menjadi karyawan seringkali mendapatkan perlakuan semena-mena tapi ketika menjadi bos pun ditekan dari berbagai macam peraturan.
Entah bagaimana negeri ini akan dibawa. Katanya Indonesia tidak ingin dinyatakan dalam kondisi gelap. Tapi secara tidak sadar keputusan-keputusan hari ini membawa sedikit pada kemungkinan menuju kegelapan itu. (*)
Podcast Terbaru AYO TALK: