AYOBANDUNG.ID -- Di tengah riuhnya pasar kuliner Indonesia yang kian dipenuhi nama-nama asing, Teguk Indonesia memilih jalur yang tak biasa. Sebagai brand lokal, F&B ini merintis dari rasa lokal, tumbuh dari jalanan kota, dan melangkah dengan keyakinan bahwa identitas tak perlu dikemas ulang agar diterima.
Brand ini tak lahir dari laboratorium strategi bisnis, melainkan dari pengamatan sederhana terhadap kebiasaan masyarakat. Dari satu gerai kecil, Teguk kini telah menjejakkan belasan titik di Bandung, bukan sekadar ekspansi, tapi upaya mendekatkan diri pada selera dan cerita yang hidup di setiap sudut kota.
“Kami percaya bahwa setiap kota memiliki cerita dan selera uniknya sendiri, dan kami ingin menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman kuliner di Bandung,” ujar General Manager Teguk Indonesia, Beta Stepha saat ditemui Ayobandung.
Bandung, dengan denyut kreativitas dan tradisi kuliner yang kuat, menjadi tempat yang tepat untuk menguji konsistensi Teguk. Di sana, minuman bukan sekadar produk, tapi medium untuk menyampaikan semangat Indonesia dari racikan sederhana hingga suasana gerai yang akrab.
Teguk tak lahir dengan ambisi global, tapi dengan keinginan sederhana yaitu keinginan untuk menghadirkan rasa yang dikenali, dalam bentuk yang bisa dinikmati siapa saja.
Namun, pada September 2023, satu gerai Teguk berdiri di New York. Bukan karena ingin bersaing, tapi karena ingin membuktikan bahwa rasa Indonesia punya tempat di luar negeri.
"Mimpinya, kita memang gak mau kalah sama F&B yang lain. Brand orang kan dari luar masuk ke Indonesia, nah kita juga pengin dong brand orang Indonesia masuk sana," kata Beta.

Menu yang dibawa Teguk ke New York bukan sekadar minuman, tapi identitas. Menu cendol yang di Indonesia mungkin dianggap biasa, justru menjadi pintu masuk ke rasa yang mengejutkan di sana.
“Alhamdulillah kita ada menu yang akhirnya orang sana suka, yaitu cendol. Menu cendol cuma ada di sana, karena kalau di sini kan cendol udah biasa, nah di sana luar biasa sambutannya,” lanjutnya.
Langkah ke luar negeri bukan sekadar ekspansi, tapi juga refleksi bahwa rasa lokal tak perlu diubah agar bisa diterima. Hal yang dibutuhkan adalah pemahaman mendalam terhadap konsumen, dan Teguk melakukannya lewat survei rutin setiap dua tahun.
“Survei terbaru kami menunjukkan bahwa konsumen Teguk adalah anak-anak usia 16–24 tahun. Nah, survei terbaru yang dilakukan tiga bulan lalu ternyata peminatnya terpecah dua yakni usia 16–24 tahun dan usia 26–40 tahun,” ungkap Beta.
Perbedaan perilaku dua segmen ini menjadi dasar strategi Teguk. “Usia 26–40 tahun suka belanjanya online karena punya uang, sedangkan untuk konsumen usia 16–24 tahun mereka suka beli langsung, meskipun harus jalan atau agak jauh, yang penting lagi hype mereka dateng,” tuturnya.
Dari hasil survei tersebut, lahirlah kampanye “Es Grim Kreasi Sesukamu” bukan sekadar produk baru, tapi ajakan untuk merayakan selera lokal dengan cara yang personal dan kreatif. Empat varian es grim ditawarkan, lengkap dengan enam topping pilihan, dan harga yang tetap ramah kantong.
“Kami percaya bahwa setiap orang memiliki selera unik, dan kampanye ini mengundang Anda untuk mengeksplorasi kreativitas dalam menciptakan es grim sesuai dengan selera pribadi,” ujar Beta.
Teguk juga mulai merambah ke camilan khas Indonesia. Seblak, makanan khas Bandung yang sarat kenangan dan rasa, kini menjadi bagian dari menu Teguk. Bukan hanya sekadar menegaskanvisi, tapi tentang keberlanjutan identitas.
“Kami juga menghadirkan menu baru yakni seblak. Jadi tidak hanya minuman, tapi ada camilan juga,” katanya.
Strategi digital menjadi jembatan Teguk dalam menyampaikan semangat lokal kepada generasi muda. Media sosial bukan hanya alat promosi, tapi ruang dialog antara brand dan masyarakat yang terus berubah.
“Kami ingin semua orang dapat menikmati Teguk sebagai minuman asli Indonesia,” ujar Beta.
Informasi Teguk Indonesia
Instagrm: https://www.instagram.com/teguk.indonesia
Alternatif produk minuman dan UMKM: